kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.482.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.490   -65,00   -0,42%
  • IDX 7.496   -47,74   -0,63%
  • KOMPAS100 1.161   -10,37   -0,89%
  • LQ45 930   -7,66   -0,82%
  • ISSI 225   -1,75   -0,77%
  • IDX30 479   -4,07   -0,84%
  • IDXHIDIV20 576   -4,59   -0,79%
  • IDX80 132   -1,10   -0,82%
  • IDXV30 142   -0,97   -0,68%
  • IDXQ30 160   -1,14   -0,70%

Kominfo Nilai Respons Google Terhadap Rancangan Perpres Publisher Rights Berlebihan


Minggu, 30 Juli 2023 / 15:10 WIB
Kominfo Nilai Respons Google Terhadap Rancangan Perpres Publisher Rights Berlebihan
ILUSTRASI. Wamenkominfo Nezar Patria dalam Program Fokus Terkini di Studio TVRI Jakarta Selatan, Rabu (26/07/2023). Kominfo Nilai Respon Google Terhadap Rancangan Perpres Publisher Rights Berlebihan.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan, sejak awal Dewan Pers membentuk tim ad hoc untuk menyusun draf perpres Publisher Rights. Sebab, aturan itu nantinya akan mengatur terkait karya jurnalistik berkualitas dan independensi pers. Serta terkait dengan keadilan pendapatan bagi media dan platform. 

“Kami terus dilibatkan dan juga melibatkan konstituen di dalam rangka perumusan detail pasal,” ujar Ninik.

Ninik menilai proses pembahasan aturan yang berjalan dinamis merupakan sesuatu hal wajar dalam menyusun suatu kebijakan. Catatan Dewan Pers menghargai semua pihak yang memberikan masukan draf perpres. 

Baca Juga: Perbaiki Ekosistem Media, Wapres Dukung Penetapan Publisher Rights

Dewan Pers berharap perpres publisher rights dapat memastikan karya jurnalistik yang didistribusikan melalui algoritma merupakan karya jurnalistik yang berkualitas dan kepastian itu tertuang dalam perpres.

“Jadi bagaimana caranya muatan norma dalam perpres itu memastikan bahwa algoritma bisa menyelamatkan karya jurnalistik berkualitas dalam konteks pemberitaan,” ucap Ninik.

Selanjutnya, catatan Dewan Pers adalah agar perpres menuangkan rumusan – rumusan pendapatan yang adil bagi media terhadap platform. Apabila terjadi perbedaan pendapat, penyelesaiannya adalah bukan penyelesaian penegakan hukum, tetapi penyelesaian mediasi.

Ninik menyebut, terkait pendapatan adalah bentuk kerja B to B, perjanjian, kesepakatan. Jadi jika setelah kesepakatan kemudian terjadi wanprestasi salah satu pihak, maka diselesaikan dengan cara mediasi. 

“Jika mediasi tidak dapat ditempuh/disepakati barulah diselesaikan dengan proses hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” tutur Ninik.

Baca Juga: Pemerintah didorong terapkan regulasi soal media sosial dalam revisi UU ITE

Sebelumnya, Michaela Browning, VP Government Affairs and Public Policy, Google Asia Pacific mengatakan, sejak rancangan Perpres tersebut pertama kali diusulkan pada tahun 2021, Google dan YouTube telah bekerja sama dengan pemerintah, regulator, badan industri, dan asosiasi pers untuk memberikan masukan seputar aspek teknis pemberlakuan peraturan tersebut dan untuk menyempurnakannya. 

Hal ini agar sesuai dengan kepentingan penerbit berita, platform, dan masyarakat umum.

Pihaknya berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk berdiskusi dengan pemerintah, terutama selama proses harmonisasi. Akan tetapi, menurutnya rancangan yang diajukan masih akan berdampak negatif pada ekosistem berita digital yang lebih luas. 

Jika disahkan dalam versi yang sekarang, perpres dinilai akan membatasi berita yang tersedia online dan mengancam eksistensi media dan kreator berita.

“Jika disahkan dalam versi sekarang, peraturan berita yang baru ini dapat secara langsung memengaruhi kemampuan kami untuk menyediakan sumber informasi online yang relevan, kredibel, dan beragam bagi pengguna produk kami di Indonesia,” kata Michaela dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/7). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×