Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebut larangan impor sampah yang diberlakukan China pada tahun 2018 membuka celah bagi aliran 20% limbah menuju negara-negara lain, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia diminta harus waspada.
Menurut Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah non-B3 KLHK Achmad Gunawan Widjaksono, dari bulan April 2019-September 2019, KLHK bersama dengan Direktorat jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah memeriksa sebanyak 882 kontainer dan ditemukan hampir separuh yang tercampur sampah.
Baca Juga: Per 30 Oktober, DJBC temukan 1.937 kontainer hasil impor bahan baku daur ulang
"Kurang lebih 428 kontainer berisi plastik dicampur sampah dan limbah B3. Oleh karena itu in perlu kerjasama stakeholders terkait untuk membatasinya," kata Gunawan pada Selasa (12/11) di Jakarta.
Gunawan pun juga meminta untuk Indonesia berbenah dalam mengelola sampah yang ada di dalam negeri sehingga tidak perlu impor bahan baku lagi. Menurutnya, ini bisa dilakukan dengan pemilihan sampah dan membangun bank sampah.
Masalah tentang limbah yang menumpuk ini juga tercatat pada 17 September 2019. Hingga tanggal tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengungkapkan ada sebanyak 1.008 kontainer yang menumpuk di pelabuhan Tanjung Priok.
DJBC dan kementerian lembaga (K/L) terkait belum bisa memeriksa isi kontainer tersebut tercampur sampah atau tidak karena dipastikan 1.008 kontainer tersebut belum memiliki dokumen pemberitahuan impor barang (PIB).
Baca Juga: DJBC amankan 1.024 kontainer diduga berisi limbah di Pelabuhan Tanjung Priok
Untuk memastikan agar hal-hal tersebut tidak terjadi lagi, DJBC dan K/L akan membentuk satuan tugas (satgas) berdasarkan Permendag no. 84 tahun 2019. Satgas ini nantinya akan bersinergi dalam mengawasi limbah yang masuk ke Indonesia.