Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Edi Suprianto (29), wakil ketua RT 04/07 ingat betul detik-detik pengepungan dan penyerbuan 'rumah pink' yang jadi benteng terakhir para terduga teroris. Ia mengaku berada sekira 30 meter dari TKP saat polisi mulai mensterilisasi sekitar lokasi.
"Warga memang menyebut rumah itu sebagai 'rumah pink' lantaran catnya yang bewarna merah jambu. Sebelum menyerbu, ada kejadian di lapangan atas.
Ada orang ditembak mati polisi. Yang aneh, ada gerobak siomay gak jauh dari orang yang terkapar. Kayaknya, polisi yang nyamar itu yang menembak," ujar Edi yang akrab disapa Simon.
Saat itu, warga belum tahu jika akan ada penyerbuan. Aktivitas kepolisian di lapangan hanya segelintir tokoh warga sekitar yang tahu. Warga kebanyakan, kata Simon, hanya tahu anggota Polres Jakarta Selatan dan Polsek Ciputat punya acara tahun baru-an di lapangan.
Soal banyaknya pendatang asing secara tiba-tiba, Simon menuturkan, wilayahnya memang sudah dimasuki orang-orang asing sejak empat hari belakangan. Polah mereka mencurigakan di mata Simon. Ada yang berpura-pura bertamu, memulung, mengarit rumput, termasuk menjadi tukang siomay yang 'asing' bagi warga.
"Memang sudah banyak yang ngintai sejak empat hari terakhir. Bayangin aja, masa ada orang yang betah ngopi dari pagi hingga isya di situ-situ aja? Saya sempat nanya ke beberapa orang 'asing' itu. Tapi jawabnya ya ga jelas, saya sih sudah menduga mereka buser dan intel," ujar Simon.
Belakangan kecurigaan Simon terbukti, orang-orang asing itu adalah petugas berpakaian preman. Hal itu ia ketahui saat diminta membantu untuk mensterilkan lokasi sekitar rumah yang jadi target operasi.
"Mereka bilang, sudah empat hari di sini. Minta tolong untuk ngosongin area. Kan sebelumnya warga sudah bersiap merayakan tahun baru. Anak-anak bermain di jalan, warga nyiapain ayam buat dibakar. Seketika semua bubar, jalanan menjadi sepi saat letusan pertama kali terdengar," ucap Simon.
Ia juga menceritakan detik-detik penyerbuan. Sekira 30 menit usai penembakan Nurul Hidayat di lapangan, pasukan bergerak mengepung lokasi. Sterilisasi secara beratahap disebutkan Simon dilakukan kepolisian.
"Misalnya Mpok Zaenab dan keluarganya (pemilik rumah kontrakan), dari siang sudah diminta enggak usah ada di rumah. Pas sekitar jam tujuh, tiap polisi makin gencar meminta warga menjauh atau masuk ke dalam rumah. Kayanya, ada polisi pakaian preman di tiap rumah," ujar Simon.
Setelah itu, polisi memadamkan penerangan sekitar lokasi target. Tercatat sebanyak delapan rumah di sekeliling target dipadamkan lampunya. Polisi lalu mengerahkan tiga unit penerangan Dalmas sebagai spotlight yang mengarah ke rumah target.
"Polisi ngasih peringatan, dibales tembakan. Saya lihat, usai suara tembakan pertama, ada ledakan diikuti asap pekat. Kayaknya itu lontaran bom asap dari polisi. Baru setelah itu terjadi baku tembak yang sering (intens)," papar Simon.
Rumah bercat merah jambu yang jadi target operasi penyerbuan itu kemudian dihujani retusan peluru dan bom dari Densus 88/AT. Simon menuturkan, banyak kejadian menarik di tengah pertempuran yang terjadi.
"Misalnya, saat baku tembak, ada Densus yang berlari menjauh ke arah timur. Saya kira kena tembak, enggak tahunya dia minta air, haus katanya," katanya.
Selain itu, kata Simon, Musala Al Ikhlas dan rumah seorang perwira menengah kepolisian dari satuan Brimob yang tak jauh dari lokasi, menjadi 'dapur umum' anggota Densus 88 selama pertempuran.
"Pak Marna rumahnya jadi basecamp Densus. Tadinya dia memang sudah siap tv, sound system, dan makanan buat bakar-bakaran merayakan tahun baru. Tapi berubah jadi dapur umum buat anggota pasukan. Kalau musala, jadi lokasi istirahat dan tidur," kata Simon lalu tersenyum.
Soal rumah yang disewa para tersangka, Simon menyebut, rumah mulai ditempati para tersangka sejak Agustus silam. Tadinya, rumah tersebut hendak disewa oleh sejumlah personel kepolisian anggota Polsek Ciputat yang masih berkerabat dengannya.
"Abis lebaran tahun ini lah mereka mulai tinggal. Orang-orangnya jarang bergaul. Kalau siang rumah sepi banget. Tadinya rumah itu mau disewa sama kerabat saya. Tapi saya bilang, masa polisi tinggal di rumah kaya begitu, mending cari yang lain saja," kata Simon.
Prasetyo, warga sekitar yang juga menjabat sebagai humas RT 04 menyebut, para pengontrak juga tak melapor meski sudah diimbau. Ia menuturkan, aktivitas para penghuni kontrakan lebih banyak dilakukan saat malam.
"Mpok Zaenab tuh janda dari Pak Ahmad Rafii. Anaknya namanya Edoy, di situ mereka tinggal. Sebelah rumah mereka dikontrakin, yang isi ya para teroris itu," tutur pria yang disapa Tyo ini.
Ia menyebut, di lingkungannya terdapat sebanyak 330 Kepala Keluarga. Kebanyakan warga berprofesi sebagai karyawan dan wiraswasta. Khusus, para pengontrak rumah target, Tyo menyebut mereka mirip sebagai pegawai bank keliling. Tyo juga menyebut, para penghuni kontrakan pink jarang terlihat apalagi bergaul.
"Habis sering bawa-bawa tas laptop. Saya kira mereka pegawai bank keliling yang nawarin pinjaman, gak tahunya malah gitu," katanya. (Hasiolan Eko P Gultom)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News