kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kinerja sektor manufaktur di kuartal III 2018 masih ekspansif, tapi melambat


Minggu, 28 Oktober 2018 / 15:23 WIB
Kinerja sektor manufaktur di kuartal III 2018 masih ekspansif, tapi melambat
Semen Holcim


Reporter: Grace Olivia | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sektor industri pengolahan atau manufaktur di kuartal III 2018 masih ekspansif, namun melambat jika dibandingkan kuartal sebelumnya.

Hal tersebut dinyatakan Bank Indonesia dalam laporan Prompt Manufacturing Index (PMI) Triwulan III-2018 yang dirilis Jumat (26/10). 

Menilik indeks komponen penyusun PMI-BI di periode kuartal ketiga ini, sebagian besar mengalami penurunan. Volume pesanan turun menjadi 53,37%, dari 54,57% di kuartal sebelumnya. Begitupun dengan kecepatan penerimaan barang input yang turun dari 46,57% menjadi 45,37%. Indeks jumlah tenaga kerja pun susut dari 50,67% menjadi 50,00%.

Sementara, indeks volume produksi mencatat kenaikan menjadi 55,18%, dari sebelumnya 54,39%. Sejalan dengan itu, volume persediaan barang jadi (inventoris) juga meningkat dari 53,15% menjadi 54,10 di kuartal ketiga.

Secara keseluruhan, PMI-BI di kuartal ini tercatat di level 52,02% alias masih dalam fase ekspansif. Asal tahu saja, indeks di atas 50 memberikan sinyal ekspansi usaha pada sektor manufaktur, sedangkan indeks di bawah 50 mengindikasikan kontraksi.

Namun, level PMI-BI mengalami penurunan dari level yang dicapai pada kuartal sebelumnya yaitu 52,40%.

"Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan kegiatan usaha pada sektor industri pengolahan triwulan-III 2018 yang melambat sebagaimana diindikasikan oleh nilai SBT (saldo bersih tertimbang) sebesar 3,85%, lebih rendah dibandingkan 3,96% pada triwulan-II 2018," terang BI.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede, menilai, sektor manufaktur memang masih ekspansi dari segi aktivitas yang telihat dari indeks PMI.

"Impor barang modal dan barang bahan baku juga masih meningkat sehingga jadi indikasi peningkatan aktivitas sektor manufaktur," kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (28/10). Namun, laju pertumbuhan sektor ini secara rill terbilang stagnan di bawah 5%.

Merujuk pada Analisis Perkembangan Industri yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk kuartal-I 2018, sektor industri pengolahan secara keseluruhan hanya mencatat pertumbuhan 4,50% secara tahunan (yoy).

Pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pun mengalami perlambatan secara kuartalan dan tumbuh 5,03% yoy di akhir kuartal pertama lalu. Sayang, belum ada data terbaru yang dikeluarkan untuk kuartal kedua dan ketiga tahun ini.

Josua menilai, perlambatan laju pertumbuhan sektor manufaktur disebabkan oleh investasi yang melambat pula dibandingkan dengan sektor jasa dan lainnya. "Iklim investasi apalagi juga dipengaruhi oleh faktor global seperti kebijakan proteksionisme pemerintah dan kenaikan suku bunga Amerika Serikat. Ekspor juga ikut terpengaruh sehingga berdampak ke pertumbuha sektor manufaktur," ujar dia.

Sepanjang kuartal-I 2018, Kemenperin mencatat investasi fisik untuk sektor manufaktur belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Investasi fisik dalam bentuk Mesin dan Perlengkapan mencapai 23,72% yoy, namun didominasi oleh impelementasi pembangunan infrastruktur dan perkembangan sektor pertambangan.

Begitu juga dengan realisasi penanaman modal asing (PMA) sektor manufaktur di kuartal-I 2018 yang turun 4,53% yoy. Realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) juga merosot 21,34% yoy.

Gejolak nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini juga menjadi tantangan, meski menurut Josua dampaknya belum begitu besar pada sektor manufaktur di tahun ini.

"Produsen masih menahan dampak depresiasi rupiah, belum banyak yang pass-through ke konsumen lewat kenaikan harga di tahun ini. Pengusaha masih lebih memilih mengurangi margin dan profitabilitasnya," kata Josua. Hal itu terlihat dari inflasi inti yang sepanjang Januari-September 2018 tercatat hanya 2,38%.

Josua berpendapat, tantangan sektor manufaktur masih ada di tahun depan. Tanpa peningkatan investasi yang signifikan di sektor ini, ia menilai laju pertumbuhan pun akan terus mandek. Dominasi impor barang modal dan barang bahan baku juga membuat sektor manufaktur masih rentan terhadap gejolak nilai tukar.

"Harus diingat, sektor manufaktur jadi salah satu kunci pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang," tandas Josua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×