kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Kinerja menteri ekonomi hanya sebatas wacana


Rabu, 29 April 2015 / 20:16 WIB
Kinerja menteri ekonomi hanya sebatas wacana
ILUSTRASI. Agen penjualan melayani pengunjung saat MUF Auto Fest di Jakarta, Minggu (15/10). (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Benedictus Bina Naratama | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kinerja menteri-menteri Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo di bidang ekonomi selama enam bulan terakhir ini dinilai masih sebatas wacana, tanpa ada hasil yang nyata di masyarakat.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Anton Supit mengungkapkan bahwa sektor retail yang paling merasakan dampak dari kondisi perekonomian Indonesia yang sedang menurun. Ia menjelaskan kondisi ekonomi yang tidak baik ini disebabkan pengaruh dari luar dan dalam negeri.

"Secara objektifnya, saya kira kondisi ekonomi saat ini sedang menurun, baik karena masalah dari luar atau dalam negeri. Dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya 6% saja, sektor retail yang paling berat dampaknya," ujar Anton ketika dihubungi KONTAN, Rabu (29/4).

Menurutnya, saat ini daya beli masyarakat tidak sekuat yang dulu. Menteri-menteri Jokowi di bidang ekonomi juga tidak dapat melakukan langkah konkret untuk membantu meningkat daya beli masyarakat. Meskipun, Presiden Jokowi menekankan agar nilai investasi di Indonesia meningkat pesat, namun nyatanya lapangan kerja di Indonesia sangat sedikit.

Anton pun memberi contoh penanaman modal asing di Tiongkok dalam bentuk manifesting sangat berkembang. Berbeda dengan Indonesia yang memiliki target nilai investasi tinggi namun manifestingnya tidak dapat menampung angkatan kerja dalam yang banyak. Sehingga daya beli masyarakat menjadi lemah.

Alih-alih memperbaiki kondisi ekonomi domestik yang sedang menurun, pemerintah lebih memilih untuk menaikkan nilai target pajak. Anton pun berpendapat, untuk memperbaiki sedikit demi sedikit kondisi ekonomi Indonesia, pemerintah dapat fokus mengembangkan komoditas tertentu, seperti di bidang elektronik. Saat ini, banyak pabrikan elektronik yang mulai mengalihkan pabrik produksinya keluar dari Tiongkok dengan nilai sekitar US$ 300 miliar.

"Ada potensi yang harus pindah dari Tiongkok sebesar US$ 300 miliar. Kalau potensi ini tidak diambil, Indonesia akan kehilangan kesempatan emas untuk menjadi basis produksi barang-barang elektronik. Yang terpenting adalah kita membenahi iklim investasi di Indonesia dulu," ujar Anton.

Ia mengungkapkan perbaikan ekonomi tidak bisa dikompomikan seperti halnya politik. Jika daya saing Indonesia lemah maka investor tidak akan mau menanamkan modalnya di Indonesia dan mereka pasti akan lebih memilih Malaysia atau Thailand.

Sebagai pengusaha, Anton mengakui bahwa kinerja menteri ekonomi Kabinet Kerja memang kurang menggembirakan, terutama masih banyak yang berwacana tanpa ada program atau bukti konkret. Ia pun menyarankan kepada Presiden Jokowi untuk aktif menagih janji-janji yang diberikan oleh para menterinya tersebut. Ia pun menekankan pada program yang dinilainya ambisius namun masih sebatas wacana seperti nilai ekspor Indonesia yang naik 300% dan swasembada beras.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×