kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kewenangan DPR memilih Kapolri digugat ke MK


Senin, 26 Januari 2015 / 16:02 WIB
Kewenangan DPR memilih Kapolri digugat ke MK
ILUSTRASI. PT Ingria Pratama Capitalindo Tbk (GRIA), pengembang properti khususnya hunian bersubsidi.


Reporter: Agus Triyono | Editor: Ruisa Khoiriyah

JAKARTA. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam proses pemilihan kepala Kepolisian RI dan Panglima TNI menuai gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Para penggugat antara lain, Denny Indrayana, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM, Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (Pusdako) Feri Amsari, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Hifdzil Alim, dan Koordinator ICW Ade Irawan. Gugatan itu dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi, Senin hari ini (26/1).

Dua Undang-Undang yang mereka gugat adalah UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang mengatur kewenangan DPR dalam pemilihan Kapolri dan Panglima TNI.

Ada satu pasal dalam setiap beleid yang mereka gugat. Pertama, pasal 11 ayat 1, 2,3, 4, dan 5 dalam UU Kepolisian Negara RI, yang pada pokoknya mengatur bahwa pemilihan dan pemberhentian Kapolri harus dilakukan Presiden dengan persetujuan DPR.

Kedua, Pasal 13 ayat 2, 5, 6, 7, 8, dan 9 dalam UU TNI yang mengatur ketentuan bahwa pengangkatan dan pemberhentian panglima TNI oleh presiden harus mendapat persetujuan DPR.

Denny, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM di era Presiden SBY, yang tercatat sebagai salah satu penggugat, menuturkan, uji materi tersebut mereka ajukan karena dalam penilaiannya, ketentuan beleid itu bertentangan dengan sistem pemerintahan presidensil yang telah diatur dalam UUD 1945, khususnya di Pasal 4.

"Kami berpendapat mekanisme itu bertentangan karena seharusnya pemilihan dan pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI adalah hak prerogratif presiden, di mana dalam pelaksanaannya tidak perlu persetujuan DPR," kata Denny, Senin (26/1).

Denny berharap, MK bisa mengabulkan seluruh gugatan uji materi yang mereka ajukan. Harapan penggugat, bila MK mengabulkan, permasalahan seputar penunjukan Kapolri dan Panglima TNI bisa terhindar dari politisasi yang selama ini selalu terjadi akibat pelibatan DPR.

"Kalau dikabulkan ini bisa jadi solusi atasi sengkarut pemilihan Kapolri saat ini. Presiden bisa angkat dan berhentikan Kapolri dan Panglima TNI dengan cepat tanpa harus minta ijin DPR," katanya.

Emerson Yuntho, Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW, berharap, MK bisa segera menyelesaikan gugatan uji materi UU Kepolisian Negara dan TNI itu. Menurutnya, kondisi kemelut politik yang mengiringi penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri seperti yang terlihat saat ini, sudah darurat. "Kita butuh dukungan MK menyelesaikan masalah pemilihan Kapolri yang saat ini mengganggu pemerintahan dan penegakan hukum kita," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×