Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Isu Kapolri dinilai menjadi puncak kegeraman pemilih yang melihat Presiden Joko Widodo gagal membuktikan komitmennya menjaga pemerintahan yang bersih dari kepentingan politik.
Kesimpulan ini merupakan studi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Semarang dari analisa framing terhadap pemberitaan sembilan media cetak nasional a.l. Jakarta Post, Jawa Pos, Kompas, Koran Sindo, Koran Tempo, Media Indonesia, Rakyat Merdeka, Republika dan Suara Pembaruan periode 6 Januari hingga 15 Januari.
Tanggal 6 Januari dipilih sebagai awal karena menjadi awal munculnya isu calon Kapolri yang berasal dari diskusi bertajuk Mencari Figur Kapolri Berjiwa Reformis” yang digelar LSM Kamerad dan Indonesia Police Watch tanggal 5 Januari di Restoran 48 Dimsum Place, Menteng.
Sementara tanggal 15 Januari dipilih menjadi akhir analisa karena merupakan fase pemicu kejadian yang lebih besar pasca-DPR menyetujui Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri meski telah menyandang status tersangka dari KPK dan memicu perlawanan masyarakat.
“Selama 10 hari tersebut, sangat jelas kegagapan Istana dalam berkomunikasi. Hal ini ditambah kemampuan komunikasi Jokowi yang selama ini cenderung stagnan pada tataran low context. Dalam isu ini, keluguan Jokowi yang pada masa kampanye adalah kartu AS saat ini justru menjadi kartu mati,” ujar Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Hukum dan Komunikasi Unika Soegijapranata, Algooth Putranto dalam rilisnya, Minggu (25/1/205).
Dia mencontohkan, jawaban Jokowi di tengah opini yang melihat proses pemilihan tersebut tidak dilakukan dengan benar. Justru dengan lugu dia menyatakan dasar pemilihan calon Kapolri adalah orang yang dekat dengannya, sehingga menjadikan persepsi nepotisme menguat.
Posisi Jokowi semakin terpojok jika melihat aktor-aktor politik di sekeliling Jokowi ternyata tidak konsisten dalam menyampaikan informasi yang menjadi tugas dan tanggung jawab mereka yang menyebabkan degradasi kepercayaan terhadap independensi Presiden Joko Widodo makin menjadi.
Aktor-aktor tersebut a.l para komisioner Kompolnas, Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno, Setkab Andi Widjajanto, Wapres Jusuf Kalla, Mensesneg Pratikno bahkan termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (Bambang Priyo Jatmiko)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News