Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, naiknya kewajiban neto pada Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia Kuartal II 2025 menunjukkan peningkatan ketergantungan pada modal asing.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia mencatat kewajiban neto meningkat menjadi US$ 244,3 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir kuartal I 2025 sebesar US$ 226,3 miliar.
Josua menjelaskan, kenaikan tersebut terutama bersumber dari meningkatnya kewajiban pada instrumen investasi portofolio dan investasi langsung, seiring derasnya arus modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik.
Baca Juga: BI: PII Indonesia Kuartal II-2025 Catat Kewajiban Neto Naik Jadi US$ 244,3 Miliar
Dalam jangka pendek, kenaikan kewajiban neto ini dapat dipandang positif karena mencerminkan besarnya minat investor asing terhadap aset Indonesia. Arus modal masuk tersebut membantu menjaga likuiditas pasar, menopang nilai tukar rupiah, serta mendukung pembiayaan defisit transaksi berjalan maupun kebutuhan pembiayaan APBN.
"Selain itu, meningkatnya investasi langsung (FDI) menunjukkan adanya kepercayaan terhadap prospek ekonomi nasional, terutama pada sektor-sektor produktif,” jelas Josua kepada Kontan, Selasa (9/9/2025).
Namun, Josua mengingatkan bahwa dalam jangka menengah hingga panjang, kenaikan kewajiban neto juga berarti meningkatnya ketergantungan pada modal asing. Semakin besar porsi kewajiban eksternal, semakin rentan pula Indonesia terhadap gejolak global, misalnya perubahan suku bunga The Fed, pelemahan pertumbuhan global, atau meningkatnya ketidakpastian geopolitik.
"Bila sentimen berbalik, arus modal keluar (capital outflow) dapat menekan stabilitas rupiah, memperlebar defisit transaksi berjalan, dan meningkatkan biaya pembiayaan utang luar negeri,” katanya.
Baca Juga: Perang Dagang Tekan Posisi Investasi Internasional Indonesia pada Kuartal I-2025
Lebih lanjut, Josua menilai ada beberapa hal yang perlu diwaspadai. Pertama, struktur kewajiban perlu dicermati, khususnya pada instrumen portofolio yang sifatnya jangka pendek dan mudah keluar masuk. Laporan BI menunjukkan bahwa porsi terbesar kewajiban masih didominasi oleh instrumen ekuitas dan surat utang, sehingga volatilitas pasar keuangan global dapat cepat berdampak pada PII.
Kedua, risiko refinancing juga harus diantisipasi. Berdasarkan komposisi jatuh tempo, sebagian kewajiban masih berjangka pendek. Jika kondisi global memburuk, biaya rollover utang dapat meningkat.
Ketiga, kewajiban investasi langsung meskipun lebih stabil, tetap perlu diarahkan agar masuk ke sektor-sektor yang produktif dan berorientasi ekspor.
"Dengan begitu, kewajiban ini bisa diimbangi oleh peningkatan kapasitas produksi, ekspor, serta penerimaan devisa di masa depan," pungkasnya.
Selanjutnya: Emiten Grup Djarum, Remala Abadi (DATA) Siapkan Capex Rp 500 Miliar
Menarik Dibaca: 5 Khasiat Minum Cuka Apel untuk Diet Menurunkan Berat Badan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News