Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Suhindarto, menilai arah aliran modal asing ke pasar Indonesia dalam waktu dekat masih berpotensi positif, meskipun tetap ada risiko terjadinya capital outflow karena ketidakstabilan sosial-politik beberapa waktu terakhir.
Menurutnya, potensi keluarnya dana asing dalam beberapa minggu ke depan relatif minim, dengan asumsi situasi dalam negeri semakin kondusif dan ketidakstabilan tidak berlangsung lama.
“Beberapa waktu ke depan, saya melihat terdapat potensi capital outflow, namun saya harapkan potensi tersebut relatif minim,” ujar Suhindarto kepada Kontan, Senin (1/9/2025).
Dari faktor eksternal, pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) pada pertemuan 16–17 September mendatang juga diperkirakan menjadi katalis masuknya modal asing ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Otot Dolar AS Berpotensi Makin Kuat, Risiko Capital Outflow Mengintai
“Jika The Fed memangkas suku bunga, ini akan memperlebar spread suku bunga dengan asumsi BI mempertahankan suku bunga pada bulan yang sama. Hal ini akan mendorong modal asing mengejar return lebih tinggi di negara berkembang,” jelasnya.
Suhindarto menyebut peluang pemangkasan suku bunga The Fed cukup kuat, dengan probabilitas sekitar 87,6% berdasarkan konsensus pasar. Namun, ia juga mengingatkan, jika ketegangan politik dalam negeri berlangsung lama, investor asing berpotensi keluar, terutama dari pasar saham.
“Risiko lainnya adalah substitusi antar-negara berkembang. Asing bisa mengalihkan investasinya ke India yang peringkat sovereign-nya sudah sama dengan Indonesia menurut S&P Global Rating (BBB/Stabil),” ungkapnya.
Apalagi, pekan lalu yield obligasi Indonesia (6,359%) tercatat lebih rendah dibandingkan India (6,601%). Dengan demikian, pasar India relatif lebih murah dibandingkan Indonesia.
Berdasarkan data Bank Indonesia, per akhir pekan lalu, arus dana asing di pasar SRBI tercatat jual neto sebesar Rp 10,79 triliun. Sementara itu, pasar SBN masih mencatatkan beli neto Rp 7,93 triliun.
Meski begitu, Suhindarto menegaskan kondisi rupiah tetap stabil. Apresiasi rupiah sejak Juli hingga Agustus ditopang derasnya arus modal masuk, sementara persepsi risiko investor asing juga masih terjaga di level 70, hanya naik tipis 3 poin dibanding beberapa hari sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi risiko oleh investor asing dengan adanya ketegangan di dalam negeri masih relatif pada kondisi yang terjaga.
Baca Juga: Capital Outflow di Pasar SBN Hanya Sementara
“Pemerintah bersama BEI juga sudah menggelar konferensi pers untuk menenangkan pasar. Jika ketegangan bisa segera diredakan, saya harap dampaknya terhadap pasar obligasi, saham, dan SRBI hanya minim. Namun jika konflik berlarut-larut dan menambah kekhawatiran investor, bukan tidak mungkin potensi arus keluar modal terus terjadi,” kata Suhindarto.
Lebih lanjut, ia menilai nilai tukar rupiah masih berada pada kondisi yang baik. Pemangkasan suku bunga BI sebelumnya juga tak memberi tekanan berarti, karena prospek pelonggaran moneter di AS justru melemahkan dolar AS dan mendorong arus modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Selain itu, fundamental ekonomi Indonesia masih solid, ditopang prospek moneter global yang lebih longgar pada triwulan terakhir tahun ini. Faktor-faktor tersebut menjadi penopang utama stabilitas nilai tukar di tengah tekanan ketidakpastian.
Selanjutnya: PMI Manufaktur Agustus 2025 Kembali Ekspansi, Begini Respons dari Pelaku Industri
Menarik Dibaca: Ini Cara Menetapkan Tujuan Keuangan yang Tepat untuk Masa Depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News