kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Keterbatasan data hambat efektivitas kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi


Selasa, 18 Agustus 2020 / 16:58 WIB
Keterbatasan data hambat efektivitas kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi
ILUSTRASI. Kemenkeu: Pengelolaan data yang baik menjadi unsur penting dalam mendukung efektivitas kebijakan.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Data menjadi hambatan pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan. Terlebih pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) memaksa pemerintah untuk segera merespon dengan kebijakan yang mampu menanggulangi dampak kesehatan dan ekonomi.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Amir Hidayat mengatakan, pengelolaan data yang baik menjadi unsur penting dalam mendukung efektivitas kebijakan.

Di negara maju, data kependudukan, jaminan sosial, sudah sangat baik. Sehingga, ketika situasi seperti pandemi Covid-19, bagi mereka relatif mudah melakukan desain kebijakan untuk melakukan eskalasi perlindungan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak Covid-19, baik yang kehilangan pekerjaan, terkena gangguan berusaha, dan sebagainya.

Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) pangkas target produksi, simak rekomendasi sahamnya

“Hal berbeda dengan yang kita hadapi di Indonesia, kita perlu berpikir keras dengan keterbatasan dukungan data kependudukan dan jaminan sosial yang ada saat ini,” kata Amir kepada Kontan.co.id, Senin (17/8).

Namun, kata Amir, Indonesia pernah melakukan reformasi subsidi BBM yang melahirkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang mencakup 40% penduduk dengan penghasilan terendah.  

Selanjutnya, digunakan sebagai basis data berbagai program perlindungan sosial yang sudah berjalan, seperti program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, dan sebagainya.

“Berbagai program ini yang mempermudah eskalasi program perlindungan sosial dalam melindungi masyarakat miskin dan rentan terdampak dari bencana Covid-19,” ujar Amir.

Namun, menurutnya kondisi ini akan lebih ideal jika data-data mencakup 100% kependudukan. “Ini salah satu contoh saja, berbagai program yang bagus lainnya tidak mudah dieksekusi karena tidak didukung data yang memadai dan senantiasa terupdate,” ujar dia.

Setali tiga uang, data menjadi permasalahan lambatnya pencairan anggaran penanganan Covid-19. Menurut Amir, pemerintah mesti memastikan validitas data, faktor persiapan sistem terutama untuk program-program baru. Karenanya, memang situasi akibat Covid-19 tidak memungkinkan suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya untuk dilaksanakan.

Baca Juga: Realisasi stimulus tagihan listrik pelanggan sosial, bisnis, industri Rp 257,7 miliar

“Nah untuk memastikan implementasi anggaran ini pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi secara ketat dengan frekuensi yang tinggi yang intinya melakukan debottlenecking agar hambatan pencairan anggaran bisa diatasi dengan cepat,” ujar dia.

Amir menambahkan, untuk program-program yang diestimasi sulit untuk dilaksanakan atau yang alokasi anggarannya tidak akan terserap optimal maka disiapkan program alternatif agar dampak anggaran sebagai counter cyclical bagi aktivitas perekonomian dapat dilakukan seoptimal mungkin.

Berdasarkan data Kemenkeu realisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sampai dengan 6 Agustus 2020 sebesar Rp 151,25 triliun. Angka tersebut setara 21,8% dari total anggaran senilai Rp 695,2 triliun.




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×