kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kesaksian Bos Medisis Solutions atas kasus proyek e-KTP


Kamis, 11 Januari 2018 / 22:05 WIB
Kesaksian Bos Medisis Solutions atas kasus proyek e-KTP


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Muda Ikhsan Harahap, Bos PT Medisis Solutions, perusahaan Singapura yang bergerak di bidang computer service solution tak pernah menyangka perkenalannya dengan Irvanto Pambudi Cahyo, Direktur Murakabi Sejahtera bisa jadi bencana buat dirinya.

Dalam persidangan lanjutan kasus E-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat Kamis (11/1), Muda mengaku dikenalkan kepada Irvanto oleh seorang rekan di Singapura.

Dari perkenalan dengan Irvanto ini, Muda kemudian turut mengenal Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan kedua saudaranya Dedi Priyono, dan Vidi Gunawan.

"Kenal irvanto dikenalkan teman lain di Singapura, irvanto yang mengenalkan dengan Andi, Dedi, dan Vidi," kata Muda kepada hakim.

Irvanto yang juga keponakan Setya Novanto disebut sebagai pihak yang menerima aliran dana fee untuk Setya Novanto dari proyek e-KTP. Setya Novanto sendiri diduga menerima total fee US$ 7,3 juta dari proyek E-KTP.

Nah, Irvanto, Dedi, dan Vidi ini yang kelak akan memanfaatkan tiga buah rekening bank milik Muda di Singapura untuk mengalirkan fee tersebut. Ketiga rekening tersebut ada di Bank OCBC, DBS, dan UOB.

Dalam sidang, Muda menjelaskan bagaimana aliran dana yang mampir ke rekeningnya.

Mulanya pada 13 Desember 2011, rekening Bank UOB atas perusahaan Muda dapat kiriman uang senilai US$ 50 ribu dari PT Noah Arkindo.

Uang tersebut diingat oleh Muda untuk rencana membangun restoran oleh Dedi. Namun rencana tersebut urung terwujud. Sehingga Dedi meminta uang tersebut ditransfer ke rekening seseorang sesuai arahan Dedi.

Kiriman uang berlanjut, pada 24 Februari 2012, masuk kembali uang ke rekening perusahannya senilai US$ 29.075. Dari arahan Dedi, Muda diminta memberikan uang tersebut kepada seseorang di Singapura.

Kemudian pada 12 Maret 2012, masuk uang senilai US$ 700 ribu. Kali ini pengirimnya Biomorf Mauritius.

"Saya kemudian diminta untuk mentransfer uang tersebut ke PT Sinar Bulan dalam dua tahap. Pertama saya kirim SGD 714 ribu, tahap kedua saya kirim SGD 148," lanjut Muda.

Pada 23 Maret 2012, Biomorf Mauritius kembali mengirim uang ke Muda. Nilaimya US$ 299.873. Dari arahan Dedi kembali, uang tersebut diminta untuk diserahkan dalam bentuk tunai kepada suruhan Dedi di Singapura yang telah dikonversi menjadi senilai SGD 377.608.

Dengan nominal yang sama seperti sebelumnya, Biomorf Mauritius kembali kirim uang senilai US$ 299.378. Kali ini suruhan Dedi berbeda. Muda diminta mengirimkan uang tersebut kepada ieang bernama Raden Gede ke rekening bank Indonesia.

Pada 10 Agustus 2012, PT Noah Arkindo kembali mengirim uang senilai US$ 99.040. Namun uang ini kemudian diminta untuk langsung diserahkan tunai kepada Dedi di Singapura.

Selanjutnya pada 12 September 2012, PT Noah Arkindo kirim uang kembali senilai US$ 49.393. Kali ini instruksinya uang diberikan kepada Vidi di Bandara Singapura.

Terakhir pada 11 Desember 2012 masuk uang senilai SGD 383.040. Muda mengaku diberitahu oleh Dedi uang tersebut berasal dari salah satu perusahaan energi dari seorang bernama Agung. Belakangan ia sadar, perusahaan yang dimaksud adalah PT Delta Energi, dan orang yang bernama Agung adalah Made Oka Masagung.

"Saya pun baru tahu setelah uang sampai di rekening. Diberitahu pak Dedi dari PT Energi apa, saya ingat energinya saja dari orang namanya Agung. Kemudian saya tahu semuanya setelah diperiksa dalam sidang Andi Agustinus," jawab Muda.

Instruksi untuk uang yang terakhir mampir ini diberikan langsung secara tunai kepada Irvanto. Awalnya Irvanto ingin menemui Muda di Singapura, namun tak jadi. Sehingga Muda yang kemudian terbang ke Indonesia dan langsung memberikan uang tersebut di rumah Irvanto.

"Untuk urusan dengan Dedi saya tidak minta imbalan. Tapi dikasih sebagai uang transport kurang lebih nilainya 10 juta, pengganti tiket 1000 SGD. Totalnya sekitar Rp 17,5 juta," sambung Muda.

Muda mengaku tak menaruh curiga awalnya pada ketiga orang tersebut. Lantaran ia menganggap niatnya adalah berbisnis. Meski ia sempat menerbitkan invoice fiktif atas nama perusahaannya.

Invoice tersebut diberikan kepada Biomorf Mauritius sebagai pekerjaan software development. "Kalau sejak awal saya tahu uangnya ternyata bermasalah saya tentu tak mau ikut campur," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×