Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menaruh perhatian pada kualitas dan pemerataan pertumbuhan pembangunan yang belum merata dan inklusif. Hal ini untuk mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang stabil di kisaran 5% beberapa tahun terakhir.Kini pemerintah berupaya memastikan pembukaan lapangan pekerjaan untuk mencapai pertumbuhan pembangunan yang inklusif.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, tujuan pemerintah bukan sekadar mencetak angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi setiap tahunnya, tapi juga memastikan pertumbuhan tersebut selaras dengan pembangunan yang inklusif.
Sebab, pendekatan pembangunan yang terlalu berorientasi kepada pertumbuhan akan menghasilkan eksklusi sosial serta tiga krisis besar. Yaitu, ketimpangan sosial, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan.
"Yang melekat di banyak masyarakat, prestasi itu hanya angka pertumbuhannya. Padahal, harusnya kita juga bicara prestasi pembangunan. Tidak hanya bicara pertumbuhan, tapi soal angka kemiskinan, pengangguran, ketimpangan," kata Bambang, Kamis (25/4).
Salah satu indikator utama kualitas pertumbuhan ekonomi, menurutnya, ialah seberapa banyak lapangan pekerjaan baru yang terbuka seiring dengan meningkatnya pertumbuhan. Saat ini, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 5,34%. Tahun depan, pemerintah menargetkan tingkat pengangguran turun ke kisaran 4,8%-5,1%.
Adapun, realisasi penciptaan kesempatan kerja sepanjang 2015-2018 mencapai 9,38 juta orang. Hingga tahun 2019, target pemerintah ialah menyediakan setidaknya kesempatan kerja untuk 10 juta orang.
"Caranya menciptakan kesempatan kerja adalah dengan adanya investasi yang besar. Tidak ada penciptaan lapangan kerja kalau tidak ada investasi dan industri. Jadi, investasi tidak hanya berdampak ke pertumbuhan, tapi ujungnya lebih ke inklusi, yaitu pengurangan kemiskinan dan pengangguran," tutur Bambang.
Untuk itu, upaya pemerintah menyediakan infrastruktur dan konektivitas, memberi kepastian regulasi, dan memperkuat institusi akan terus dilanjutkan untuk menciptakan iklim investasi sebaik mungkin.
Pemerintah juga telah menetapkan fokus investasi ke depan ialah pada sektor industri manufaktur dan jasa untuk memperkuat struktur perekonomian.
Selain menyasar investasi padat pekerja di sektor bernilai tambah tinggi dan sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru, penciptaan lapangan kerja juga didorong melalui penumbuhan kewirausahaan (entrepreneurship) serta peningkatan ekspor dan penguatan rantai pasok.
Di sisi lain, Bambang mengatakan, pemerintah juga tetap menyediakan solusi yang menyasar langsung pada masyarakat dengan kemiskinan kronis. Hal ini agar inklusivitas benar-benar terjadi dan memastikan tingkat kemiskinan tidak bertambah.
"Kita fokus dengan bantuan sosial tepat sasaran seperti Program Keluarga Harapan, Bantuan Pangan Non-Tunai yang nanti jadi Kartu Sembako Murah, kemudian Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar. Itu semua untuk mengangkat yang paling bawah," ujarnya.
Senada, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (FEM IPB) Muhammad Firdaus mengatakan tiga sasaran makroekonomi dalam pembangunan inklusif terdiri dari tiga hal, yaitu pertumbuhan ekonomi dengan tingkat inflasi yang stabil, penciptaan kesempatan kerja, surplus dalam neraca dagang.
"Untuk dapat inklusif, strategi pengembangan sektoral harus labor-intensive export industrialization strategy. Dengan orientasi ekspor, daya saing menjadi kata kunci," kata Firdaus.
Terkait peningkatan pangsa manufaktur, Firdaus menilai kebijakan harus mencakup ekspansi industri manufaktur ke luar Pulau Jawa. Dalam catatannya, studi Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan hanya dua provinsi di luar Jawa yang memiliki peran manufaktur signifikan terhadap PDRB yaitu Sumatrra Utara dan Riau.
"Ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah menjadi isu. Belum lagi sinkronisasi hulu dan hilir menjadi keharusan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News