Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Defisit anggaran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diperkirakan masih bakal berlanjut hingga tahun depan.
Pemicunya, hingga kini masih ada ketidakseimbangan (mismatch) antara pemasukan iuran peserta JKN dengan nilai klaim/manfaat yang dikeluarkan.
Untuk menekan defisit anggaran program JKN, pemerintah kini menempuh berbagai cara.
Cara pertama adalah dengan menyesuaikan iuran, manfaat dan memberikan tambahan suntikan modal.
Untuk 2016, pemerintah telah bersiap menaikkan besaran biaya iuran JKN khusus Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar 19,6% dari Rp 19.225 per orang per bulan menjadi Rp 23.000 per orang per bulan.
Payung hukum kenaikan iuran ini akan dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang hingga kini belum diteken Presiden Joko Widodo.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, aspek penting yang harus dicermati adalah kesinambungan Dana Jaminan Sosial (DJS).
"Dalam formulasi, idealnya besaran iuran yang terkumpul seharusnya lebih besar dari biaya manfaat yang dibayarkan," katanya, Selasa (29/12).
Menurut Nila, dengan besaran kenaikan iuran JKN bagi PBI tersebut, sebenarnya belum bisa menutup defisit BPJS Kesehatan.
Sebab itu, Nila berharap kenaikan iuran bagi PBI diikuti dengan kenaikan iuran peserta non PBI.
Sebab, dalam Peraturan Pemerintah (PP) 87/2013 tentang pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan telah mengamanatkan besar biaya manfaat tidak lebih dari 90% dari penerimaan iuran, karena 10% sisanya untuk operasional dan dana cadangan.
Berarti iuran non-PBI perlu dinaikkan agar porsi 90%:10% berjalan.
Direktur Perencanaan Pengembangan dan Manajemen Risiko BPJS Kesehatan Tono Rustiano menambahkan, kenaikan iuran non PBI BPJS Kesehatan akan dinaikkan tidak bersamaan dengan PBI.
"Pelaksanaan kenaikan iuran peserta PBI dan non PBI tidak berbarengan. Biar ada sosialisasi dulu," kata Tono.
Menurut Tono, besaran usulan penyesuaian tarif JKN untuk peserta non PBI untuk ruang perawatan kelas I dari Rp 59.500 menjadi Rp 80.000 per orang per bulan, Kelas II dari Rp 42.500 menjadi Rp 51.000 per orang per bulan dan Kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 30.000 per orang per bulan.
Kedua, selain mengevaluasi besaran iuran, pemerintah akan mengurangi defisit dengan mengendalikan fraud (kecurangan), memperluas peserta produktif, dan mengevaluasi nilai manfaat JKN.
Didik Kusnaini, Kasubdit Penyusunan Anggaran Belanja Negara I Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengatakan, dengan penyesuaian atau kenaikan iuran JKN untuk peserta non PBI, sehingga program jaminan ini tak memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News