Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan adanya sejumlah tekanan terhadap penerimaan negara di awal tahun 2025.
Hal ini terutama akibat koreksi atas kelebihan pembayaran pajak (restitusi) perusahaan tambang dan kebijakan baru yang berimplikasi pada penurunan pendapatan.
"Kita menghadapi beberapa shock di awal tahun ini, karena harga komoditas sangat tinggi pada tahun 2022 dan 2023. Beberapa perusahaan mungkin dianggap membayar terlalu tinggi saat menggunakan tingkat harga komoditas yang sama saat membayar pajak pada tahun 2024 dan bahkan 2025. Jadi, kita harus mengembalikan selisihnya," ujar Sri Mulyani dikutip dari wawancara dengan Bloomberg TV, Kamis (26/6).
Baca Juga: Penerimaan Pajak Semester I-2025 Diproyeksi Masih Tertekan
Ia mencontohkan, harga batubara yang sempat mencapai US$ 240 per ton kini hanya sekitar US$ 140 per ton. "Jadi selisihnya US$ 100. Artinya mereka akan menyesuaikan pembayaran pajak mereka," katanya.
Selain koreksi pajak korporasi, penerimaan negara juga terdampak oleh beberapa kebijakan seperti peningkatan tarif PPN 12% yang hanya untuk barang mewah, serta dividen yang langsung dikelola Danantara.
Sri Mulyani mengatakan pihaknya telah menghitung seluruh potensi revenue foregone atau penerimaan yang hilang akibat berbagai kebijakan tersebut. "Kami menghitung semua dampak atau pendapatan yang hilang yang kami alami," katanya.
Untuk menjaga kesehatan APBN, pemerintah juga sedang mengevaluasi sisi belanja agar dapat menyesuaikan dengan kemampuan fiskal tanpa melampaui batas defisit yang telah ditetapkan dan disetujui oleh Presiden maupun DPR.
Baca Juga: Satgassus Penerimaan Negara Diharapkan Mampu Bongkar Praktik Ekonomi Gelap
Sebagai langkah antisipasi, Sri Mulyani mengatakan bahwa pihaknya membentuk satuan tugas khusus (task force) yang bertugas mencari potensi penerimaan baru.
Fokus satgas ini antara lain adalah peningkatan kepatuhan pajak, pengurangan kebocoran, serta penegakan hukum.
Pemerintah juga akan menaruh perhatian besar pada potensi perpajakan di sektor digital dan platform daring.
"Ini semua adalah hal-hal yang kami tinjau lebih teliti dan detail, termasuk pajak digital menggunakan platform dan sebagainya," katanya.
Selanjutnya: Rupiah Menguat Saat Indeks Dolar di Level Terendah Dalam 40 Bulan, Kamis (26/6)
Menarik Dibaca: Inspirasi Terbaik Penempatan TV di Ruang Tamu Anda Menurut Desainer Top
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News