Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah memberikan sinyal untuk menaikkan suku bunga acuan (BI 7-day reverse repo rate) demi menjaga stabilitas. Sejumlah ekonom yang dihubungi Kontan.co.id memproyeksi, BI akan naikkan bunganya sebesar 25 basis points (bps) ke level 4,5% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyatakan, perkiraan kenaikan itu dilakukan untuk menjangkar inflasi ke depan agar ekspektasinya tidak liar. Tak hanya itu, kurs rupiah juga mengalami tekanan beberapa waktu belakangan, saat Indonesia tengah membutuhkan investor portofolio.
"Jadi ekspektasi inflasi meningkat karena rupiah melemah, 20% current account deficit (CAD) juga masih didanai masuknya investasi portofolio, dan faktor eksternal juga banyak," kata David kepada Kontan.co.i, Rabu (16/5). Kenaikan itu akan memberikan pesan kepada pasar bahwa BI memperhatikan inflasi dan mencegah tingginya volatilitas rupiah.
Kenaikan itu lanjut David, berfungsi untuk menahan agar arus modal yang keluar tidak bertambah banyak. Mengingat, imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) yang juga naik. Bahkan, ia memperkirakan kenaikan BI 7-day reverse repo rate mencapai 50 bps hingga akhir tahun.
Jika hal itu terjadi, pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi terutama ke sektor riil tidak signifikan. Sebab, penurunan bunga acuan yang dilakukan BI selama ini juga tak signifikan mendorong pertumbuhan.
Ekonom Maybank Indonesia Juniman juga memperkirakan BI akan menaikkan bunga acuannya bulan ini untuk menahan kenaikan bunga acuan The Fed yang diperkirakan terjadi bulan depan, menjaga stabilitas kurs rupiah, dan menjaga stabilitas makro Indonesia secara keseluruhan.
Namun, "Tidak ada garansi bahwa hot money akan balik ke Indonesia. Katakan kemarin keluar US$ 6 miliar, masuk lagi US$ 6 miliar, enggak ada jaminan ke sana," kata Juniman. Hanya saja, kenaikan ini memberikan pesan kepada pasar bahwa BI tidak behind the curve.
Akan tetapi, kenaikan bunga acuan ini akan membuat investor melakukan valuasi ulang lantaran bunga acuan kembali atraktif. Setidaknya kata Juniman, kenaikan bunga acuan ini akan mencegah keluarnya hot money lebih lanjut.
Jika hingga Juni nanti tekanan terhadap rupiah tidak terlalu besar, maka BI dinilai cukup menaikkan sekali saja bunga acuan. Sebaliknya, jika rupiah masih tertekan maka BI perlu kembali menaikkan 25 bps lagi bunga acuan di Juni nanti. Sementara kenaikan 25-50 bps menurut Juniman, tak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih juga memproyeksi BI akan menaikkan bunga acuannya di bulan ini karena tekanan kuat pelaku pasar, khususnya di pasar obligasi. Lana juga bilang, kenaikan ini juga tidak akan sepenuhnya meredam gejolak rupiah. Apalagi The Fed akan menaikan bunga acuannya di Juni nanti.
Kenaikan bunga acuan BI hingga 100 bps sepanjang tahun ini lanjut Lana, kemungkinan baru membuat pasar senang. Namun, jika kenaikannya hingga 1%, risikonya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia Aldian Taloputra mengatakan, kenaikan BI 7-day reverse repo rate di bulan ini akan memberikan kepercayaan kepada pasar dan memberikan sinyal bahwa BI berkomitmen menjaga kurs rupiah. BI akan tetap membuka ruang kembali untuk menaikkan bunganya.
Namun, respons rupiah sendiri kata Aldian, tergantung pada pergerakan pasar global, khususnya dollar AS, imbal hasil US Treasury, dan harga minyak mentah dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News