Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bakal mendapat pagu indikatif belanja sebesar Rp 128,15 triliun di tahun depan. Hal ini tertuang dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menduga, besarnya pagu indikatif kementerian yang dipimpin oleh Menteri Basuki Hadimuljono menjadi sinyal bahwa pemerintah sudah menyiapkan strategi jaminan jika pembangunan IKN tidak dapat menarik investor.
Oleh karena itu, dirinya menilai bahwa gambaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 didesain bukan berdasarkan prioritas dan penerima manfaat program.
Baca Juga: Jokowi Tetapkan 10 K/L dengan Pagu Indikatif Anggaran 2024 Terbesar
"Tentu ini sangat miris dimana iklan pemerintah yang heboh tentang IKN, akhirnya APBN lagi APBN lagi. Jadi saya rasa duit APBN 2024 hanya untuk menyelamatkan muka pemerintah, bukan lagi berdasarkan prioritas dan penerima manfaat program," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Minggu (4/6).
Oleh karena itu, Huda menegaskan bahwa belanja perlindungan sosial harus menjadi prioritas tahun depan agar daya beli dan konsumsi masyarakat tetap terjaga. Dirinya menilai pagu anggaran terbesar yang ditujukan oleh Kementerian PUPR dan Kementerian Pertahanan masih belum tepat.
"Kalau sekarang malah yang terbesar adalah Kementerian Pertahanan dan Kementerian PUPR. Apalagi Kementerian Pertahanan, apakah kita mau berperang?," terang Huda.
Seperti yang diketahui, Kementerian Pertahanan mendapatkan pagu indikatif belanja sebesar Rp 123,44 triliun. Pagu indikatif ini menjadi pagu terbesar kedua di tahun depan setelah Kementerian PUPR.
Baca Juga: Terbesar di Antara Semua K/L, Segini Anggaran Kementerian PUPR pada 2024
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, program perlindungan sosial (perlinsos) melalui bantuan sosial (bansos) tetap harus ditingkatkan di tahun depan.
Menurutnya, hal tersebut sangat penting agar bisa menurunkan angka kemiskinan pasca pandemi covid-19 di tengah tekanan inflasi dan masih belum pulihnya kesempatan kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News