Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) akhirnya mengeluarkan laporan belanja perpajakan (tax expenditure report) tahun 2016 dan 2017. Laporan belanja perpajakan ini mencakup Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Pajak Penghasilan (PPh), serta Bea Masuk dan Cukai.
Dalam laporan belanja perpajakan tersebut, diterangkan jumlah perpajakan di tahun 2017 meningkat sekitar 7,7% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2017, belanja perpajakan mencapai Rp154,7 triliun atau sekitar 1,14% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara, di 2016 belanja perpajakan mencapai Rp143,6 triliun atau sekitar 1,16% dari PDB.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analisys (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, adanya laporan belanja perpajakan ini merupakan sebuah langkah maju. Pasalnya, selama ini insentif dan fasilitas yang diberikan tidak bisa diukur.
"Jadi dengan begini kita bisa mengetahui berapa besar insentif dan fasilitas yang diberikan. Setelah kita mengetahui definisi, indikator, jumlah, dan tujuannya, kita jadi memiliki tolak ukur apakah itu sudah efektif," tutur Yustinus kepada Kontan.co.id, Senin (1/10).
Menurut Yustinus, masing-masing negara pun memiliki cara menghitung dan rasio yang berbeda-beda untuk estimasi belanja perpajakannya.
Menurutnya, ada beberapa penelitian yang bisa dijadikan patokan, dimana ada menghitung, untuk negara berkembang, belanja perpajakannya sebesar 1% - 2% dari PDB, sementara untuk negara maju belanja perpajakannya di atas 2% dari PDB.
"Menurut saya belanja perpajakan kita masih dalam range yang ideal, atau masih selaras dengan tren," tambah Yustinus.
Hasil perhitungan belanja perpajakan ini pun dibagi dalam beberapa kategori, mulai dari jenis pajak, sektor, subyek penerima, dan tujuan kebijakan belanja perpajakan.
Berdasarkan jenis pajak, belanja perpajakan jenis pajak PPN dan PPnBM di tahun 2016 dan 2016 masing-masing sebesar Rp 114.227 miliar dan Rp 125.329 miliar.
Besaran belanja perpajakan PPh di tahun 2016 sebesar Rp 20.525 miliar dan di tahun 2017 sebesar Rp 20.179 miliar, lalu besaran belanja perpajakan Bea Masuk dan Cukai di 2016 sebesar Ro 8.839 moiliar dan di 2017 sebesar Rp 9.153 miliar.
Sementara, estimasi belanja perpajakan berdasarkan sektor, sektor yang paling banyak menerima fasilitas perpajakan adalah sektor jasa keuangan dimana belanja perpajakannya di tahun 2016 sebesar Rp 16.216 miliar dan di 2017 sebesar Rp 17.631 miliar.
Selanjutnya, belanja perpajakan di sektor pertanian dan perikanan di 2016 sebesar Rp 13.566 miliar dan 2017 sebesar Rp 14.246 miliar. Disusul dengan belanja perpajakan sektor jasa transportasi di 2016 sebesar Rp 12.045 miliar dan di 2017 sebesar Rp 12.854.
Dalam laporan tersebut dijelaskan, jasa keuangan memiliki nilai belanja perpajakan terbesar karena termasuk dalam jenis jasa dikecualikan sebagai jasa kena pajak (non-JKP).
Sementara, di sektor pertanian dan perikanan, sebagian besar barang yang dihasilkan merupakan barang yang dikecualikan dari barang kena pajak (non-BKP).
Selain sektor tersebut, ada pula sektor industri manufaktur dengan belanja perpajakan sebesar Rp 12.242 miliar di 2016 dan Rp 12.383 di 2017, belanja perpajakan jasa pendidikan dan kesehatan sebesar Rp 10.889 miliar di 2016 dan Rp 11.890 miliar di 2017.
Belanja perpajakan sektor listrik, air dan gas sebesar Rp 11.994 miliar di 2016 dan Rp 12.392 miliar di 2017.
Sementara estimasi belanja perpajakan jasa sosial di 2016 sebesar Rp 917 miliar di 2016 dan Rp 1.125 miliar di 2017. Untuk sektor pertambangan dan penggalian, belanja perpajakannya sebesar Rp 2.013 miliar di 2016 dan Rp 1.840 miliar di 2017. Belanja perpajakan multi sektor sebesar Rp 63.709 miliar di 2016 dan Rp 70.300 miliar di 2017.
Di kategori subjek, belanja perpajakan untuk badan usaha di 2016 sebesar Rp 37.872 miliar dan di 2017 sebesar Rp 2017 sebesar Rp 40.189 miliar.
Sementara belanja perpajakan badan usaha dan rumah tangga sebesar Rp 13.528 miliar di 2016 dan Rp 12.385 miliar di 2017. Belanja perpajakan UMKM sebesar Rp 35.730 miliar di 2016 dan Rp 41.606 miliar di 2017. Sedangkan untuk rumah tangga Rp 56.461 di 2016 dan Rp 59.480 miliar di 2017.
Belanja perpajakan ini pun bertujuan untuk melindungi UMKM, mendorong investasi, mendukung dunia bisnis dan meningkatkan kesejahteraan umum.
Dalam kategori ini, belanja perpajakan terbesar ditujukan untuk tujuan peningkatan kesejahteraan umum yang sebesar Rp 56.462 miliar di 2016 dan Rp 59.481 miliar di 2017.
Yustinus mengatakan adanya insentif atau fasilitas yang diberikan pemerintah ini memang sudah berdampak pada beberapa sektor. Namun masih ada beberapa sektor yang belum terlihat dampaknya.
"Salah satu yang bisa dilihat adalah tax holiday dan tax allowance, adanya kenaikan PTKP langsung berdampak pada daya beli masyarakat. Tetapi belum terlihat di industri manufaktur," ujar Yustinus.
Dalam laporan belanja perpajakan ini pun disebutkan masih terdapat keterbatasan yang dihadapi dalam melakukan perhitungan. Yustinus memandang, adanya kekurangan adalah sesuatu hal yang wajar.
Apalagi, laporan ini masih laporan yang pertama, Menurutnya, pemerintah masih terus mencari bentuk dan ukuran yang paling tepat untuk menghitung belanja perpajakan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News