kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kementerian Ketenagakerjaan susun blueprint pelatihan vokasi


Senin, 12 Februari 2018 / 22:14 WIB
Kementerian Ketenagakerjaan susun blueprint pelatihan vokasi
ILUSTRASI. Bursa Kerja di Balai Kartini


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih tingginya pengangguran terbuka, khususnya yang berlatar pendidikan kejuruan atawa vokasi masih jadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

Hingga Agustus 2017, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran terbuka dari lulusan SMK masih mencapai 1,62 juta orang, sementara yang tertinggi berasal dari lulusan SMA sebesar 1,91 juta orang. Sementara secara total sebesar 7 juta lebih.

Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Ditjen Binalattas Kemnaker) Bambang Satrio Lelono mengatakan ada dua hal yang jadi kendala soal masih tingginya tingkat pengangguran terbuka tersebut.

"Setiap tahun ada 2 juta angkatan kerja baru. Tetapi mereka tak bisa langsung masuk kerja karena mismatch dan underqualified," kata Satrio kepada KONTAN, Senin (12/2) di ruang kerjanya.

Mengatasi hal tersebut, Satrio mengungkapkan bahwa kini pemerintah tengah menyusun grand design pelatihan vokasi. Niatnya, agar seluruh pelatihan vokasi yang dilaksanakan baik oleh pemerintah maupun swasta dapat dikoordinasikan melalui lembaga pelatihan kerja.

Hal tersebut juga dilaksanakan untuk mengejar arahan Presiden Joko Widodo yang menginginkan pada 2019 kelak ada 1,4 juta tenaga kerja yang dapat mengikuti pelatihan vokasi.

Guna mengejar target tersebut Satrio merinci, pemerintah dapat melatih hingga 727.467 orang dengan perincian sekitar 250.000 orang dilatih oleh Balai Latihan Kerja (BLK) milik Kemnaker, dan sisa 477.467 orang dapat dilatih oleh lembaga pelatihan yang dimiliki kementerian maupun lembaga pemerintah lainnya.

Sementara dari sektor swasta di target sebanyak 420.000 orang dapat pelatihan vokasi, dengan rincian melalui program pemagangan sebanyak 400.000 orang, dan melalui Training Center perusahaan sebanyak 20.000 orang.

Adapula dari sektor swadaya alias pelatihan kerja yang dikelola masyarakat sebanyak 305.000 orang, dengan rincian dari Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) seasta sebanyak 300.000 orang, dan BLK masyarakat sebanyak 5.000 orang.

Sisanya berasal dari Balai Pelatihan Produktivitas Pusat (BPPP), dan Balai Pelatihan Produktivitas Daerah (BPPD) sebanyak 30.000 orang. Sehingga secara total ada 1.482.467 orang.

"Kita inginnya seluruh pelatihan vokasi ini dikoordinasikan untuk memiliki standar baik nasional atau internasional. Dan hasil akhirnya harus disertifikasi," jelas Satrio.

Standar tersebut dicontohkan Satrio misalnya soal bahan ajar, jam ajar, instruktur pengajar, kebutuhan sarana dan prasarana di lembaga pelatihan.

Soal standarisasi ini, kata Satrio pihaknya sudah mengajukan kebutuhan anggaran yang mencapai Rp 7 triliun lebih ke Kementerian Keuangan sebagai pagu anggaran 2019 khusus untuk implementasi grand design pelatihan vokasi.

Meski demikian Satrio menolak dosebut bahwa Kemnaker ingin menggarap alokasi anggaran pelatihan vokasi serupa yang dimiliki kementerian maupun lembaga pemerintah lainnya.

Kekhawatiran ini muncul lantaran kelak, seluruh kebutuhan pelatihan vokasi mulai dari penyediaan alat, instruktur dan yang lainnya meskipun diusulkan oleh kementerian teknis butuh persetujuan dari Kemnaker.

"Kalau secara sektoral memang tugas kementerian teknis yang menyusun, tapi yang mengesahkan standarnya di kemnaker, Sekarang ini kita sedang mengumpulkan data 2018, pelatihan yang ada di seluruh lembaga pelatihan vokasi baik dari pemerintah maupun tidak, kemudian dia masih butuh apa? Alat apa? Instrukturnya bagaimana?" Jelas Satrio.

Hal tersebut dilakukan Kemnaker, sebab kata Satrio kelak lembaga pelatihan vokasi misalnya yang dikelola swadaya oleh masyarakat dapat diberikan insentif agar memenuhi standar yang ditentukan.

"Kalau anggaran turun silakan langsung ke kementerian sektoral, kalau pelatihan vokasi ke sektor pertanian, kasih anggaran ke Kementan, tapi benar untuk pelatihan vokasi, karena kadang anggaran turun tapi untuk pendidikan vokasi, sekolah tinggi pertanian, SMK pertanian, itu yang tidak bisa," lanjutnya.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Haris Munandar kurang menyetujui rencana tersebut. Sebab katanya Kemenperin telah memiliki model pelatihan vokasi yang langsung menyasar kebutuhan industri.

"Pelatihan vokasi kita kan sudah jalan, dan sudah sesuai kebutuhan industri. Jangan terus kita mau diatur-atur. Kalau mau dicontoh ya silakan," katanya saat dihubungi KONTAN, Senin (12/2).

Pelatihan vokasi melalui Balai Pelatihan Industri milik Kemenperin telah dilakukan menurut Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang juga disusun oleh dunia industri, standarisasi melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN). Termasuk telah menggunakan alat-alat pendukung termutakhir.

Ia menambahkan, Kemenperin melalui 8 Balai Pelatihan Industri tahun lalu telah melatih 22.000 peserta didik, dan tahun ini ditargetkan mencapai 32.000 peserta didik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×