Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Rizal menyoroti ketimpangan perlakuan fiskal antara pelaku usaha digital lokal dan perusahaan asing.
Menurutnya, kondisi ini tidak hanya merugikan UMKM dalam negeri, tetapi juga mengurangi potensi penerimaan negara.
Faisol menjelaskan, pelaku usaha digital lokal, termasuk UMKM yang berjualan di platform e-commerce, wajib menunaikan kewajiban pajak lebih berat.
Baca Juga: Komisi XI DPR Dukung Penundaan Pajak Marketplace
Mereka dikenakan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari omzet bruto tahunan, ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%.
Kebijakan ini berlaku untuk pedagang dengan omzet Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun.
"Sementara perusahaan digital asing umumnya hanya dikenakan 11% sebagai PPN digital tanpa adanya kewajiban membayar PPh," ujar Faisol dalam acara Taxplore UI 2025, Kamis (2/10).
Ia menilai, ketimpangan fiskal tersebut berimplikasin ganda, yakni pelaku lokal terbebani, sementara negara kehilangan potensi pajak.
Menurutnya, kondisi tersebut menciptakan ketimpangan dalam persaingan usaha antara pelaku usaha digital asing dan pelaku PMSE domestik.
"Bukan hanya soal ketimpangan, tetapi juga pendapatan negara menjadi berkurang. Karena tadi perbedaan di antara penggunaan atau para pelaku usaha yang dikenakan pajak atau beban fiskal yang berbeda antara asing dan pelaku industri digital dalam negeri," katanya.
Baca Juga: Gubernur Pramono Umumkan Keringanan PKB 2025 untuk Kendaraan Murah
Selanjutnya: Perbandingan Exchange Crypto Indonesia: Indodax, Pintu, Tokocrypto, Pluang, dan Reku
Menarik Dibaca: Daftar Drama Korea Terbaru Netflix Sepanjang Oktober 2025, Ada Genie, Make A Wish
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News