kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.490.000   -5.000   -0,33%
  • USD/IDR 15.565   20,00   0,13%
  • IDX 7.560   39,05   0,52%
  • KOMPAS100 1.173   4,74   0,41%
  • LQ45 938   4,49   0,48%
  • ISSI 228   1,12   0,49%
  • IDX30 481   1,52   0,32%
  • IDXHIDIV20 577   -0,47   -0,08%
  • IDX80 134   0,48   0,36%
  • IDXV30 141   -0,93   -0,66%
  • IDXQ30 160   -0,35   -0,22%

Kemenkeu Ungkap Sejumlah Tantangan dalam Pemungutan Pajak Daerah & Retribusi Daerah


Senin, 14 Oktober 2024 / 16:47 WIB
Kemenkeu Ungkap Sejumlah Tantangan dalam Pemungutan Pajak Daerah & Retribusi Daerah
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak saat konsultasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak (djp) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Selasa (27/2/2024). Kemenkeu sebut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) perlu didorong untuk mendongkrak local taxing power.


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) didorong untuk mendongkrak local taxing power. 

Direktur Pajak Daerah dan Restribusi Daerah DJPK Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana, mengatakan local taxing power masih cenderung rendah. Hal itu menjadi tantangan dalam desentralisasi fiskal. Maka PDRD didorong untuk mendongkrak local taxing power. 

"Kebijakan PDRD yang diamanatkan alam UU HKPD didorong untuk memberikan power pada local taxing," jelas Lydia dalam acara Pengaturan UU HKPD dan Implementasinya dalam Mendukung Penguatan Local Taxing Power Daerah, belum lama ini. 

Baca Juga: Kemenkeu Sebut Local Taxing Power Masih Rendah, Ini Penyebabnya

Meski didorong untuk memperkuat local taxing power, menurut Lydia pemungutan PDRD masih memiliki berbagai tantangan dalam pelaksanaannya.

Tantangan yang pertama adalah basis pajak daerah masih sangat terbatas. Maka masih terdapat ruang bagi pemerintah daerah untuk mengoptimalkan sumber-sumber perekonomian sebagai basis pemungutan PDRD. 

Kedua, struktur pajak dan retribusi daerah masih perlu disempurnakan. Menurut Lydia jenis pajak dan retribusi daerah masih cukup banyak yang akan berpengaruh pada biaya ekonomi tinggi. Ketiga, administrasi perpajakan masih lemah.

Hal itu karena KUPDRD belum diatur secara detail dalam UU 28/2009. Kemudian upaya perpajakan belum diterapkan secara optimal  serta SDM, organisasi pemungutan dan IT yang belum memadai. 

Baca Juga: Pendapatan Daerah di Jakarta Capai Rp 41,91 Triliun Hingga Agustus 2024

Kemudian yang keempat pengawasan PDRD kurang efektif dan tidak fokus. Lydia menjelaskan perda pajak daerah dan retribusi daerah masih cukup banyak, sementara data an informasi terkait PDRD relative terbatas.

Terakhir yaitu, perubahan peraturan perundang-undangan terkait izin HO dihapus, mandatory service, perubahan kewenangan UU No. 23 tahun 2014, judicial review dan PKB alat berat dan PPJ atas sumber yang dihasilkan sendiri dibatasi tiga tahun sejak putusan MK.

"Termasuk pada waktu itu pajak alat berat, pajak penerangan jalan yang harus diuji di Mahkamah Konstitusi sehingga ada kekosongan regulasi atau jeda Waktu di mana objek ini tidak bisa dipungut, otomatis da pendapatan daerah yang loss," ujarnya.  

Selanjutnya: Muluskan Program Andalan, Prabowo Berencana Otak-atik Anggaran 2025

Menarik Dibaca: Dividen Interim Japfa Comfeed (JPFA) Rp 70 per saham, Potensi Yield Hampir 6%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×