Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2025 tercatat turun menjadi US$ 150,7 miliar, level terendah dalam sembilan bulan terakhir.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, penurunan ini dipengaruhi pembayaran utang luar negeri pemerintah serta langkah stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
Meski turun, posisi cadangan devisa tersebut masih cukup kuat. Nilainya setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
“Cadangan devisa ini tetap mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujar Denny, Senin (8/9).
Baca Juga: Cadangan Devisa RI Susut Menjadi US$ 150,7 Miliar Pada Agustus 2025, Ini Penyebabnya
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, penurunan cadangan devisa tidak lepas dari intervensi BI untuk menjaga rupiah yang sempat melemah hingga Rp 16.500 per dolar AS akibat demonstrasi ricuh pada akhir Agustus.
Meski demikian, Indonesia masih mencatat arus masuk modal asing bersih sebesar US$ 750 juta sepanjang Agustus 2025.
Arus masuk itu terdiri dari US$ 1,05 miliar ke pasar obligasi dan US$ 680 juta ke pasar saham, meski dana asing sebesar US$ 980 juta keluar dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Josua juga mencatat, penerbitan perdana obligasi global pemerintah dalam denominasi dolar Australia atau Kangaroo Bonds senilai AUD 800 juta turut memberi tambahan dukungan bagi cadangan devisa.
Sementara itu, Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menyebut ada empat faktor utama penyebab penurunan cadangan devisa pada Agustus 2025.
Baca Juga: Cadangan Devisa Indonesia Stabil di Angka US$ 152,5 Miliar pada Mei 2025
Pertama, BI membutuhkan amunisi tambahan untuk menstabilkan rupiah pada akhir Agustus hingga awal September.
Kedua, pembayaran utang luar negeri pemerintah yang jatuh tempo.
Ketiga, surplus perdagangan yang menipis. Myrdal memperkirakan neraca perdagangan Agustus tidak setinggi Juli yang mencapai US$ 4,17 miliar, terutama akibat kebijakan tarif baru dari Presiden AS Donald Trump yang menekan ekspor Indonesia.
Keempat, tekanan dari pasar keuangan. Ia mencatat, kepemilikan asing pada surat berharga negara (SBN) turun dari Rp 953,85 triliun per 29 Agustus menjadi Rp 944,66 triliun per 3 September, menunjukkan adanya capital outflow.
Baca Juga: Stabil, Cadangan Devisa Indonesia Capai US$ 152,5 Miliar di Mei 2025
Myrdal juga menilai pergantian Menteri Keuangan memberi pengaruh jangka pendek terhadap pasar keuangan.
Kondisi ini berisiko menekan rupiah, meski pelemahannya diperkirakan tidak akan melewati Rp 16.500 per dolar AS dan hanya berlangsung satu hingga dua hari.
Setelah itu, pelaku pasar diperkirakan kembali mencari instrumen investasi dengan imbal hasil menarik.
Selanjutnya: Harga Minyak Melesat Usai OPEC+ Putuskan Kenaikan Produksi yang Moderat
Menarik Dibaca: Inspirasi Tanaman Terarium yang Cocok Ditaruh di Dalam Kamar, Beri Kesan Estetik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News