kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.080   96,25   1,38%
  • KOMPAS100 1.059   19,08   1,83%
  • LQ45 833   16,07   1,97%
  • ISSI 214   1,68   0,79%
  • IDX30 425   9,10   2,19%
  • IDXHIDIV20 511   9,34   1,86%
  • IDX80 121   2,21   1,86%
  • IDXV30 125   1,01   0,82%
  • IDXQ30 142   2,63   1,89%

Kemenkeu Sebut Local Taxing Power Masih Rendah, Ini Penyebabnya


Senin, 14 Oktober 2024 / 13:42 WIB
Kemenkeu Sebut Local Taxing Power Masih Rendah, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Kamis (29/12/2022).


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa local taxing power di Indonesia masih cenderung rendah dan menjadi tantangan dalam upaya desentralisasi fiskal.

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu, Lydia Kurniawati Christyana, menjelaskan bahwa local taxing power mengalami fluktuasi antara tahun 2019 hingga 2023. Pada tahun 2019, local taxing power mencapai titik tertinggi sebesar 1,42%, sedangkan pada tahun 2020, turun ke level terendah yakni 1,23%.

"Kondisi local taxing power masih rendah dan terus mengalami fluktuasi," ujar Lydia dalam acara Pengaturan UU HKPD dan Implementasinya dalam Mendukung Penguatan Local Taxing Power Daerah, belum lama ini.

Baca Juga: Kemenkeu Sudah Kantongi Pajak Daerah Rp 161 Triliun Hingga Agustus 2024

Pemerintah menargetkan local taxing power mencapai 2,9% pada tahun 2029, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024-2029. Lydia menyebut pencapaian target ini membutuhkan usaha yang signifikan.

"Sangat berat tetapi bukan sesuatu yang tidak mungkin jika semua institusi memiliki perhatian yang sama," katanya.

Lydia juga mengidentifikasi beberapa tantangan utama yang menyebabkan rendahnya local taxing power hingga saat ini. 

Pertama, lemahnya perencanaan pendapatan daerah. Banyak daerah belum menganalisis potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara optimal. 

Kedua, kurangnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan keuangan daerah, baik dari segi jumlah maupun kompetensi.

Tantangan ketiga adalah ketimpangan ekonomi antar daerah. Lydia mengungkapkan bahwa infrastruktur yang tidak merata di berbagai wilayah Indonesia berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang juga tidak merata. 

Baca Juga: APBN 2025 Jadi Milestone Indonesia Emas 2045, Ini Penjelasannya!

"Per triwulan I 2024, 57,7% Produk Domestik Bruto (PDB) nasional berada di Pulau Jawa, sementara wilayah Papua hanya menyumbang 2,62%," jelasnya.

Selain itu, kepatuhan wajib pajak yang masih rendah juga menjadi masalah. Meskipun jumlah objek pajak meningkat, penerimaan pajak tidak sebanding. Tantangan terakhir adalah belum semua pemerintah daerah (pemda) menerapkan elektronifikasi transaksi secara optimal, meskipun sudah ada peningkatan. 

Pada semester I 2024, hasil asesmen menunjukkan bahwa 87,9% atau 480 pemda telah berada pada level digital.

Dengan berbagai tantangan ini, Kemenkeu terus berupaya untuk memperkuat local taxing power guna mendukung desentralisasi fiskal di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×