Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengaku pada akhir tahun lalu pihaknya telah menekan pengembalian pajak atau restitusi pajak. Alasannya, pertumbuhan restitusi pajak tidak sebanding dengan kinerja penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Untuk itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mempertimbangkan aturan soal percepatan restitusi pajak.
“Ini kita melihat kok ratenya tinggi banget padahal penerimaan kita dari sisi PPN rasanya nggak jalan. Kalau PPN tidak pick-up tapi restitusi tinggi, ini apa? Jadi kami sebagai pengelola keuangan negara secara terus menerus melihat risiko kesempatan, memperkuat sistem,” ungkap Sri Mulyani, Jumat (30/1).
Baca Juga: Sri Mulyani ungkapkan alasan Kemenkeu memperketat restitusi pajak
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi di awal tahun 2020 terkait implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.03/2019 tentang Perubahan Atas PMK 39/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
Hasil evaluasi ini bisa berdampak ke pencabutan PMK atau evaluasi substansi aturan insentif perpajakan tersebut.
Ada sejumlah catatan Kemenkue atas implementasi restitusi pajak di tahun lalu yang menjadi basis evaluasi di tahun ini antara lain memperbaiki administrasi, pemeriksaan, dan monitoring yang lebih jelas.
“Percepatan restitusi ada kriteria sendiri seperti kepatuhan Wajib Pajak (WP). Pengaturan yang kita perbaiki, Artinya penerapan dan pelaksanaan restitusi, kalau pemerintah tetap mempercepat restitusi ini kontrolnya harus tetap berjalan,” kata Rofyanto kepada Kontan.co.id saat ditemui di kantornya, Jumat (31/1).
Baca Juga: DPR tidak yakin dengan target pajak di APBN 2020 dapat tumbuh 23,3%
Rofyanto memaparkan dalam proses percepatan restitusi pajak, ada banyak WP Badan yang mengajukan dokumen pengajuan. Kemudian, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak melakukan checking dengan menggunakan metode risk management, sebab otoritas pajak tidak memungkinkan untuk memeriksa satu per-satu dan mengaudit setiap dokumen pengajuan restitusi pajak. Dus, Kemenkeu di tahun ini akan mengevaluasi setiap pengajuan restitusi pajak dengan lebih proper.
“Begini dalam proses restitusi ini kan harus di cek dan sebagainya. Cuma memang karena terkendala masalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan sebagainya itu kemungkinan diterbitkan dengan proses yang lebih cepat. Kalau kita mau lebih fokus melakukan pemeriksaan dan sebagainya, nah mestinya itu bisa dikontrol. Tinggal upaya kita aja,” ungkap Rofyanto.
Adapun, Kemenkeu mencatat restitusi pajak sepanjang tahun 2019 sebesar Rp 143,97 triliun. Angka tersebut tumbuh 18% dibanding tahun sebelumnya yakni Rp 118,05 triliun. Bila dijabarkan, ada tiga alasan Ditjen Pajak memberikan restitusi kepada wajib pajak.
Baca Juga: Target Pajak, Antara Ambisi dan Realisasi
Pertama, restitusi pajak dari pemeriksaan kantor pajak atau restitusi yang berjalan normal sebanyak Rp 87,97 triliun telah digelontorkan pada tahun lalu.Kedua, percepatan restitusi untuk perusahaan dengan salah satu kriteria berorientasi ekspor senilai Rp 32 triliun.
Sementara, realisasi penerimaan PPN Dalam Negeri (DN) sepanjang tahun lalu sebesar Rp 346,31 triliun. Angka ini tumbuh 3,71% year on year (yoy) atau lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya di level 6,2% yoy.
Baca Juga: Ada omnibus law, RUU Ketentuan Umum Perpajakan batal masuk prolegnas lagi
Pencapaian PPN DN tahun lalu juga hanya mencapai 84,33% dari target 2019 sebesar Rp 368,4 triliun. Sementara, di 2020 PPN DN diproyeksikan mampu mencapai Rp 426,2 triliun, naik 23,06% dari realisasi tahun 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News