Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 menjadi 6,27% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Secara nominal, defisit APBN tahun ini melebar menjadi Rp 1.028,5 triliun dari proyeksi defisit sebelumnya yang sebesar Rp 852,9 triliun.
Berdasarkan draf kajian Kemenkeu berjudul Skema Pemulihan Ekonomi Nasional yang diperoleh Kontan.co.id, untuk menutup defisit tersebut pemerintah akan menerbitkan utang baru dengan total nilai Rp 1.485,6 triliun. Utang baru tersebut berupa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk kebutuhan sepanjang tahun ini.
Baca Juga: Pada minggu ketiga Mei 2020, BI membeli Rp 1,18 triliun SBN di pasar perdana
Rencananya, penerbitan SBN ini akan dilakukan secara keseluruhan, baik melalui lelang di pasar domestik, ritel, private placement, dan SBN valuta asing (valas).
Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJJPR) Kemenkeu Deni Ridwan mengatakan, rencana penerbitan SBN ritel di tahun ini sekitar Rp 40 triliun-Rp 60 triliun. Jumlah tersebut, masih sama seperti rencana penerbitan awal yang ditetapkan pemerintah untuk tahun ini.
"Penentuan porsi penerbitan SBN ritel mempertimbangkan berbagai aspek, seperti aspek demand," ujar Deni kepada Kontan.co.id, Senin (1/6).
Seperti diketahui SBN untuk investor ritel adalah produk investasi yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia dan dijual kepada individu Warga Negara Indonesia (WNI) melalui agen penjual.
SBN ritel ini terdiri atas dua jenis, yaitu konvensional dan syariah. Untuk konvensional dikenal dengan Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Savings Bond Ritel (SBR), sedangkan untuk jenis syariah adalah Sukuk Negara Ritel (SR) dan Sukuk Negara Tabungan (ST).