kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45917,87   8,56   0.94%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemendes PDTT klaim 9.800 desa telah maju & mandiri pasca 8 tahun pelaksanaan UU Desa


Jumat, 15 Januari 2021 / 18:15 WIB
Kemendes PDTT klaim 9.800 desa telah maju & mandiri pasca 8 tahun pelaksanaan UU Desa
ILUSTRASI. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi?(Mendes PDTT)?Abdul Halim Iskandar.


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID . JAKARTA. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar meyakini, hadirnya UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa (UU Desa) menggambarkan visi membangun dari pinggiran, daerah dan desa-desa.

Ia menyebut, dukungan penuh pemda kabupaten/kota dan pemerintah provinsi menuai hasil sepanjang tujuh tahun terakhir.

“Indeks Desa Membangun (IDM) mencatat pupusnya 26.911 desa tertinggal dan sangat tertinggal. Sebaliknya 9.869 desa mencapai puncak posisi maju dan mandiri,” kata Abdul dalam agenda bertajuk tujuh tahun implementasi UU Desa, Jumat (15/1).

Abdul mengatakan, kecepatan pembangunan semarak di desa-desa wilayah perbatasan, terpencil, dan Indonesia bagian Timur. Dana Desa digunakan untuk membangun fasilitas kesehatan, pendidikan, dan bangunan penahan bencana alam. Sekaligus, menggerakkan kegiatan posyandu, pendidikan anak-anak, dan penanganan keluarga miskin.

Baca Juga: Setelah 7 implementasi UU Desa telah terbentuk 51.000 BUMDes

“Undang-Undang Desa lahir sebagai buah gerakan reformasi 1998. Momentum yang mengawali berbunganya demokratisasi di segala aspek kehidupan bangsa Indonesia, yang menjadi pembuka pintu gerbang partisipasi warga dalam pembangunan,” ujar dia.

Abdul mengatakan, hanya butuh waktu setahun setelah reformasi, UU No 22/1999 lahir membuka partisipasi Warga Desa dalam Badan Perwakilan Desa (BPD). Lembaga demokratis, yang menjadi penyelenggara forum tertinggi di desa, yaitu Musyawarah Desa. Sehingga tepat, bila BPD disebut sebentuk dengan DPR di desa, yang mengemban suara Warga Desa

Kemudian, pada UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimensi kenegarawanan masuk ke dalam desa, yang ditunjukkan oleh perubahan makna BPD menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Kearifan lokalnya, tokoh dan tetua desa mendapatkan porsi yang tinggi.

Setahun kemudian, keluarlah PP No 72/2015, yang membuka lembaga baru Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Hal ini disebut sebagai pintu bagi desa untuk mempertahankan kemandirian ekonomi. Sekaligus untuk mengembangkan ekonomi perdesaan dapat dilaksanakan dan telah teruji hingga saat ini.

Baca Juga: Penyaluran dana desa dalam 6 tahun terakhir mencapai Rp 323 triliun

“Puncak dari demokratisasi desa, yang saat ini kita peringati, tentu saja adalah diundangkannya UU No 6/2014 tentang Desa, pada 15 Januari 2014,” ujar dia.

Abdul mengatakan, Undang-Undang Desa, setidaknya memiliki 2 (dua) senjata utama perundang-undangan. Yaitu; ideologi kerakyatan dan materialisasi pendanaan.

Ideologi kerakyatan menyatukan, sekaligus menjaga aliran dukungan politis yang kuat, sejak dari akar rumput, sejak dari Warga Desa, hingga ranah nasional. Ideologi kerakyatan yang menaikkan posisi desa dan Warga Desa melambung ke atas, dengan wajah rekognisi dan subsidiaritas.

Ia menyebut, rekognisi menjamin eksistensi desa, memastikan desa selalu mewujud. Karena itu, apapun dan bagaimanapun reputasinya, desa wajib diakui semua pihak, terutama pemerintah. Wujudnya adalah pemberian Dana Desa yang setiap tahun terus meningkat. Serta pemberian kode wilayah desa yang setiap tahun diaktivitasi Kementerian Dalam Negeri.

Baca Juga: Kementerian PUPR siapkan anggaran Rp 80 miliar untuk padat karya ABSAH

Selain itu, Asas Rekognisi memastikan kepala desa menjadi subyek hukum yang sah mendapatkan program pemerintah, menjalin kerja sama dengan swasta dan lembaga swadaya setempat. Bahkan hingga membangun desa bersama lembaga internasional.

Abdul menyebut, Asas subsidiaritas mengakui wewenang desa, termasuk tindakan-tindakan adat yang sampai saat ini masih dijalani Warga Desa. Rincian wewenang formal, yang disusun sendiri oleh desa melalui musyawarah desa, telah terwujud dalam peraturan desa-desa di nusantara.

“Legalitas wewenang ini meluaskan demokrasi desa, memandirikan desa untuk mengambil keputusan pembangunan desa,” tutur Abdul.

Selanjutnya: Ini kriteria dan cara untuk mendapatkan BLT ibu hamil Rp 3 juta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×