Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengklarifikasi informasi mengenai total barang bukti yang disita setelah penggeledahan di kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), pada Senin (10/2/2025).
Setelah penggeledahan, penyidik terlihat membawa sembilan kotak kardus yang bertuliskan “Arsip Ditjen Migas”.
Dalam konferensi pers yang diadakan setelahnya, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa mereka telah menyita lima kardus berisi dokumen.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Kejagung Telah Periksa 70 Saksi
“Terkait 9 kardus (yang disita), 5 kardus isi dokumen, 1 kardus isi HP, 1 kardus isi laptop, 1 kardus isi berita-berita acara atau administrasi sita, dan 1 kardus isi soft file,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Selasa (11/2/2025).
Penggeledahan ini dilakukan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) antara tahun 2018 hingga 2023.
Harli mengatakan, keterlibatan Ditjen Migas dalam kasus ini diduga terkait dengan regulasi dan kebijakan yang diambil.
Penggeledahan berlangsung dari pukul 11.00 WIB hingga sore hari di tiga ruangan berbeda di kantor Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Baca Juga: Pertamina Buka Suara Soal Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
Harli mengungkapkan, kasus ini bermula dari diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Regulasi tersebut mewajibkan PT Pertamina untuk mengutamakan minyak yang diproduksi dalam negeri, termasuk yang berasal dari KKKS swasta.
KKKS swasta diwajibkan untuk menawarkan minyak bagiannya terlebih dahulu kepada PT Pertamina sebelum dapat mengekspornya.
“Jika penawaran tersebut ditolak oleh Pertamina, maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan persetujuan ekspor,” ujar Harli.
Namun, dalam praktiknya, KKKS swasta dan Pertamina—khususnya melalui ISJ dan/atau PT Kilang Pertamina Internasional (KPI)—diduga berupaya menghindari kesepakatan dalam proses penawaran dengan berbagai cara.
Baca Juga: Kejagung Selidiki Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Ini Tanggapan Pertamina
“Jadi, mulai dari situ nanti ada unsur perbuatan melawan hukumnya ya,” tambahnya.
Selain itu, ekspor Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) juga dilakukan dengan alasan penurunan kapasitas produksi kilang akibat pandemi Covid-19.
Ironisnya, di saat yang sama, PT Pertamina justru mengimpor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan kilang.
“Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah di kilang harus digantikan dengan minyak mentah impor, yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” tutup Harli.
Selanjutnya: Direktur Bank Neo Commerce (BBYB) Beberkan Kinerja di 2024 Sudah Mulai Profit
Menarik Dibaca: 5 Jus untuk Menurunkan Kolesterol Lebih Cepat, Minum Secara Teratur!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News