kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Kebocoran Rp 1.000 triliun belum tuntas di Hatta


Senin, 16 Juni 2014 / 15:21 WIB
Kebocoran Rp 1.000 triliun belum tuntas di Hatta
ILUSTRASI. Jadwal tayang, trailer, dan juga sinopsis Bayi Ajaib, film horor Indonesia terbaru yang tayang di bioskop bulan Januari 2023.


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Calon presiden (capres) nomor urut 1, Prabowo Subiyanto, kemarin malam dalam debat dengan capres nomor urut 2, Joko Widodo, mengungkapkan adanya kebocoran pendapatan negara hingga Rp 1.000 triliun. Kebocoran pendapatan itu berasal dari banyaknya pengemplang pajak dan biaya royalti yang tidak dibayar oleh perusahaan.

Menurut staf khusus presiden bidang ekonomi dan pembangunan Firmanzah, pemerintah tidak memiliki data yang pasti mengenai kebocoran tersebut. Namun demikian, selama ini pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), telah mendelegasikan tugas untuk meminimalisir kebocoran tersebut kepada kementerian terkait, dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa.

Firmanzah bilang, waktu Hatta menjadi Menko, upaya optimalisasi menekan kebocoran terus dilakukan. "Hanya saja ini belum tuntas," kata Firmanzah, Senin (16/6) ketika di hubungi di Jakarta.

Menurutnya, upaya menekan kebocoran ini sebagai never ending goals. Ia menilai siapapun yang nantinya terpilih sebagai presiden, harus bisa mencarri jalan keluar masalah ini.

Jika belajar dari pengalaman, kata Firmanzah, masalah kebocoran ini harus dievaluasi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Dari sisi perpajakan, untuk menutupi kebocoran, pemerintah bisa memperluas cangkupan penerimaan pajak, dengan mendorong setiap orang memiliki Nomor PokokWajib Pajak (NPWP).

Namun DJP dan DJBC bukan satu-satunya pihak yang harus dievaluasi, dari sisi regulasi harus juga mendapat perhatian. Ia mencontohkan, jika terkait kebijakan pajak tambang mineral dan batubara, akan terkait dengan kementerian Enegi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×