Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
Terkait peluang keringanan tarif, Rendy menilai kemungkinan ini masih minim.
Namun, pemerintah bisa berharap pada pengurangan bertahap atau penyesuaian tarif jika mampu menawarkan konsesi yang menguntungkan AS, atau jika Indonesia mampu membentuk tekanan diplomatik kolektif bersama negara-negara lain yang terdampak.
Walau begitu, Rendy meyakini strategi utama tetap harus fokus ke dalam negeri yakni melalui penguatan daya saing, tarik investasi strategis, dan dorong reformasi jangka panjang.
Baca Juga: Perang Dagang AS-China Berlanjut, Ekonomi Indonesia Berpotensi Terhambat
"Tantangan ini memang berat, tapi juga bisa jadi momentum untuk membangun ketahanan ekonomi yang lebih tangguh dan berdaulat," pungkasnya.
Perlu diketahui, Trump baru saja mengumumkan kebijakan baru pengenaan tarif bea masuk perdagangan atau tarif timbal balik (resiprokal) dengan minimal 10%.
Dalam pengumuman tersebut, Indonesia dikenakan tarif timbal balik sebesar 32%. Jumlah tersebut terbilang tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya.
Sebagai pembanding, Malaysia hanya dikenai biaya tarif Trump 24%, sedangkan Singapura 10%. Filipina dikenai tarif timbal balik ini senilai 17%.
Selanjutnya: Panen Raya Serentak di 14 Provinsi, Prabowo Komitmen Wujudkan Kedaulatan Pangan
Menarik Dibaca: Mengulik Manfaat Daun Kersen untuk Diabetes yang Jarang Diketahui
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News