kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kapan Puncak Musim Kemarau 2023? Ini Jawaban BMKG


Rabu, 08 Maret 2023 / 03:57 WIB
Kapan Puncak Musim Kemarau 2023? Ini Jawaban BMKG
ILUSTRASI. Musim kemarau 2023 akan tiba lebih awal dari sebelumnya. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim kemarau 2023 akan tiba lebih awal dari sebelumnya. Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 

Selain itu, melansir laman infopublik.id, BMKG juga mengatakan, curah hujan yang turun selama musim kemarau diprediksi akan normal hingga lebih kering dibandingkan biasanya.

Lantas, kapan puncak musim kemarau 2023? 

Menurut BMKG, puncak musim kemarau 2023 diprediksikan terjadi di Agustus 2023. 

"289 ZOM atau sejumlah 41% wilayah memasuki musim kemarau maju atau lebih awal dari normalnya. 200 ZOM atau 29% wilayah memasuki musim kemarau sama dengan normalnya. Dan 95 ZOM atau 14% wilayah memasuki musim kemarau mundur atau lebih lambat dari normalnya," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keerangan resmi yang dikeluarkan pada Selasa (7/3/2023).

Dwikorita menjelaskan, ada sejumlah wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal, yakni pada April mendatang. 

Wilayah tersebut antara lain Bali, NTB, NTT, dan sebagian besar Jawa Timur. 

Baca Juga: Musim Panen Terancam Gagal, Sri Mulyani Imbau Petani Ikut Asuransi Pertanian

Sedangkan wilayah yang memasuki musim kemarau pada Mei 2023 meliputi sebagian besar Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, dan Papua bagian selatan.

Sementara itu, wilayah yang baru memasuki musim kemarau pada Juni 2023 meliputi Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, sebagian Pulau Kalimantan bagian selatan, dan sebagian besar Pulau Sulawesi bagian utara.

"Awal Musim Kemarau 2023 umumnya diprediksi pada April 2023 (119 ZOM, 17%), Mei 2023 (156 ZOM, 22%), Juni 2023 (155 ZOM, 22%). Adapun sifat hujan, pada periode musim kemarau 2023 diprakirakan, bawah normal 327 ZOM (47%), normal 327 ZOM (47%), dan atas normal sebanyak 45 ZOM (6,4%)," paparnya.

Baca Juga: BPS: Curah Hujan yang Tinggi Bisa Mengancam Musim Panen Raya

Sementara itu, terkait prakiraan dinamika atmosfer-laut Dwikorita menyebutkan bahwa hingga akhir Februari 2023 kondisi ENSO berada pada fase La Nina lemah. 

Adapun La Nina diprediksi akan segera beralih ke fase netral pada periode Maret 2023 dan bertahan hingga semester pertama 2023.

Sedangkan, pada semester kedua, terdapat peluang sebesar 50-60% bahwa kondisi Netral akan beralih menuju Fase El Nino.Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada pada kondisi netral dan diprediksi akan bertahan hingga akhir 2023.

Maka dari itu, lanjut Dwikorita, menyikapi situasi tersebut BMKG menghimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya).

"Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan air bersih. Perlu aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan akan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir," imbuhnya.

Baca Juga: BMKG Ajak Masyarakat Panen Air Hujan, Apa Maksudnya?

Pemerintah Daerah dan masyarakat, tambah dia, dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×