Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) setuju dengan rencana penundaan pembahasan Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Banyaknya poin krusial yang menuai pro-kontra dalam revisi beleid tersebut dirasa tak memungkinkan untuk dipaksa rampung dalam kurun waktu yang singkat di sisa periode pemerintahan ini.
"Pembahasan mengenai RUU KUP ini memang tidak tepat waktunya sekarang, tidak mungkin dilakukan dalam tahun politik ini. Daftar invetarisasi sasalah (DIM) yang perlu dibahas juga cukup banyak," ujar Herman Juwono, Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin kepada Kontan.co.id, Senin (26/11).
Salah satu poin yang menjadi perhatian Kadin, misalnya, pasal mengenai hukuman pidana yang semakin banyak ditujukan pada wajib pajak (WP) baik perorangan maupun korporasi. Sementara, pasal pidana yang ditujukan bagi para pemungut pajak atau fiskus, tidak begitu banyak.
"Padahal yang namanya pelanggaran kewajiban pembayaran pajak, baik yang sifatnya administratif, maupun penggelapan, itu tidak saja dari pihak WP tapi bisa saja ada kebersamaan dengan pihak fiskus," kata Herman.
Selain itu, Kadin juga melihat, penundaan pembahasan RUU KUP ini bisa menjadi peluang bagi pemerintah untuk menjajaki isu perpajakan ekonomi digital. Herman menilai, keterjangkauan fiskus terhadap bisnis raksasa dunia yang masuk ke Indonesia perlu masuk sebagai bahasan dalam proses revisi UU KUP.
"Dan masih banyak bidang-bidang bisnis baru yang perlu diidentifikasi sebagai objek pajak seiring dengan meluasnya isu ekonomi digital," tambahnya.
Herman mendukung langkah pemerintah melanjutkan reformasi perpajakan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan pemanis kendati RUU KUP belum kunjung rampung. Misalnya, kebijakan perluasan sektor tax holiday yang akan mengundang investasi masuk.
"Pembahasan RUU KUP, terutama terkait UU PPh, waktunya tidak pas kalau dibahas sekarang karena rentan tunggangan politik. Yang penting, pemerintah tidak tinggal diam dan reformasi tetap dijalankan," tandas Herman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News