Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia memandang kalau kebijakan new normal telah memberikan angin segar bagi industri manufaktur Indonesia pada Juni 2020.
Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia) Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani, dengan adanya pelonggaran pembatasan aktivitas ini, industri manufaktur terlihat mampu meningkatkan kinerja atau output produksinya.
Baca Juga: Sektor manufaktur mulai menguat, simak rekomendasi analis
Peningkatan kinerja industri pengolahan juga terlihat dari Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari IHS Markit yang sebesar 39,1 atau berhasil naik 10,5 poin dari 28,6 pada bulan Mei 2020.
Meski sudah menunjukkan peningkatan, tetapi Shinta memandang kalau kinerja industri manufaktur masih belum bisa kembali ke level pra Covid-19. Hal ini disebabkan oleh pelaku industri yang masih wait and see, serta perusahaan yang juga masih akan mengontrol produksi.
"Memang perlu diperhatikan bahwa angka ini masih jauh di bawah level ekspansif (50) sehingga berarti industri manufaktur kita masih akan menekan produksi satu bulan ke depan dan belum akan kembali memproduksi hingga ke level pra Covid-19," kata Shinta kepada Kontan.co.id, Kamis (2/7).
Baca Juga: Ketua Kadin: Pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2020 kontraksi 4%-6%
Shinta juga membeberkan kalau sekarang banyak perusahaan yang belum melakukan produksi lagi dan hanya menjual produk yang sudah ada untuk menghabiskan stock saja.
Pasalnya, kondisi pasar sepanjang relaksasi PSBB ini masih belum pasti dan daya beli pun masih belum pulih.
Lebih lanjut, Shinta mengungkapkan kalau perjalanan dunia usaha belum sepenuhnya mulus dalam era new normal ini. Hambatan terutama datang dari masalah transparansi, koordinasi, dan komunikasi terkait dengan relaksasi yang dibebankan oleh pemerintah kepada pelaku usaha.
"Banyak perusahaan yang merasa bingung dan terus menerus bertanya soal compliance untuk beroperasi pada new normal karena komunikasi aturan-aturan tersebut dari pemerintah kepada pelaku usaha kurang lancar, tidak seamless, multi interpretasi dan hotline nya juga tdiak ada untuk berkonsultasi," tambah Shinta.
Baca Juga: Begini respons pengusaha terkait perpanjangan PSBB transisi di DKI Jakarta
Selain itu, kendala juuga datang dari manajemen arus orang di tempat usaha karena ketentuan terkait kapasitas jumlah orang. Hal ini sulit, karena tingkat ketidakpatuhan masyarakat masih relatif tinggi.
Untuk selanjutnya, Shinta pun berharap stimulus segera digelontorkan oleh pemerintah kepada sektor riil dalam bentuk pendanaan ataupun fresh capital injection. Hal ini untuk memastikan agar sektor riil nasional bisa terus bergerak secara positif dalam jangka pendek hingga kondisi pasar lebih stabil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News