Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) telah ditandatangani pada hari Minggu (15/11).
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani mengatakan, adanya RCEP ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor, menarik investasi. hingga meningkatkan daya saing ekonomi nasional di kawasan.
Meski begitu, Shinta mengatakan Indonesia masih perlu melakukan berbagai hal supaya manfaat dari RCEP ini bisa didapatkan Indonesia. Pasalnya, manfaat RCEP ini juga bisa didapatkan oleh semua negara RCEP, termasuk negara pesaing utama Indonesia.
"Hanya negara yang mau terbuka untuk maju, lebih produktif, lebih efisien dan lebih kompetitif serta mau memacu diri untuk lebih agresif menggunakan RCEP yang akan memperoleh manfaat paling banyak dari perjanjian ini," ujar Shinta kepada Kontan, Minggu (15/11).
Baca Juga: Kesempatan bagi India untuk bergabung tetap terbuka kendati RCEP sudah diteken
Menurut dia, untuk bisa menarik investasi ke Indonesia, maka Indonesia perlu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah, yakni reformasi kebijakan dan reformasi birokrasi di dalam negeri.
Menurut dia, ini untuk memastikan iklim usaha dan investasi di Indonesia memiliki daya tarik yang sama bahkan bisa lebih tinggi dibandingkan negara lain.
Selain sisi investasi, untuk mendapatkan manfaat dari sisi perdagangan, maka Shinta berpendapat Indonesia harus lebih cermat menggunakan RCEP sebagai tolok ukur upaya perbaikan supply chain domestik dan peningkatan produktivitas nasional.
"Harus dilihat sektor mana yang perlu difasilitasi peningkatan produktivitas dan daya saing perdagangannya," terang Shinta.
Baca Juga: RCEP ditandatangani, ini manfaat yang bisa didapatkan Indonesia
Menurutnya, harus ada upaya sehingga iklim usaha bisa di sektor tersebut bisa diperbaiki secara lebih efisien dan lebih menarik sehingga investasi dari RCEP bisa diarahkan ke sektor tersebut. Bahkan, Indonesia juga harus melihat produk ekspor mana yang lebih kompetitif untuk diperdagangkan di kawasan.
"Kita harus persiapkan produk ekspor dengan standar dan harga yang bisa menyaingi negara lain," ujar Shinta.
Adapun, Shinta berpendapat negara yang paling siap menjalankan RCEP ini adalah negara yang sudah memiliki dan mengimplementasikan perjanjian dagang lebih banyak dari Indonesia/. Pasalnya, negara-negara tersebut mungkin sudah melakukan reformasi internal terlebih dahulu.
Dia berpendapat, dibandingkan negara pesaing, Thailand, Vietnam dan Malaysia masih lebih siap dibandingkan Indonesia. Hal ini lantaran negara tersebut memiliki lebih banyak perjanjian dagang yang lebih kompleks dan sudah diimplementasikan dengan efektif hingga saat ini.
Baca Juga: Asia bakal punya blok perdagangan terbesar di dunia, China paling diuntungkan?
"Indonesia masih tertinggal karena reformasi ease of doing business kita. Walaupun sekarang ada UU Cipta Kerja, ini harus kita pastikan implementasinya secepat-cepatnya sebelum RCEP akan efektif bisa jalan setelah diratifikasi semua negara," jelasnya.
Lebih lanjut Shina mengatakan, selaim meningkatkan ekspor, menarik investasi dan meningkatkan daya saing ekonomi di kawasan, RCEP juga dianggap bisa menciptakan kepastian yang lebih tinggi di kawasan untuk menormalisasi arus perdagangan dan investasi, khususnya di tengah pandemi Covid-19.
Selanjutnya: Jokowi mendorong penguatan kemitraan ASEAN-Selandia Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News