kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kadin apresiasi PMK perlakuan pajak di daerah kawasan bebas


Minggu, 16 Juni 2019 / 11:48 WIB
Kadin apresiasi PMK perlakuan pajak di daerah kawasan bebas


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah mengeluarkan beleid baru untuk mempertegas perlakuan pajak di daerah kawasan bebas. Dalam PMK 84/2019 tersebut dijelaskan dua hal yang dipertegas pemerintah untuk mendorong kegiatan perdagangan dan industri nasional.

Pertama, bahan baku yang diimpor melalui kawasan bebas dapat bebas dari pungutan apabila diolah di kawasan bebas. Kedua, barang hasil produksi di kawasan bebas dapat tidak dikenai pungutan apabila dilakukan oleh pengusaha yang memiliki konversi penggunaan barang atau bahan baku yang berasal dari daerah luar pabean.

Menurut pandangan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani beleid ini memang menguntungkan bagi pelaku usaha, namun bisa jadi peraturan ini bisa disalahgunakan untuk menjadi pintu impor bebas bea.

"Ini menyulitkan pelaku usaha di kawasan bebas yang mau memanfaatkan untuk menjual di pasar domestik," ujar Shinta saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (15/6).

Sehingga pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) harus bisa mengawasi dan mengontrol mekanisme tersebut tanpa membebani pelaku usaha.

Selain itu, karena poin penting dari pembebasan bea ini ada pada proses produksi yang dilakukan di kawasan bebas, keuntungan ini akan sangat tergantung pada apa yang dimaksud dengan konversi barang impor menjadi barang yang diproduksi di kawasan bebas.

Kendati begitu, Shinta mengapresiasi keluarnya beleid ini karena pengusaha yang memiliki basis produksi di kawasan bebas dan ingin menjual di pasar internasional dan pasar dalam negeri. Beleid ini memungkinkan adanya barang yang diproduksi di kawasan bebas untuk dijual bebas di luar kawasan tesebut atau dengan kata laun bisa dijual di seluruh Indonesia.

"Di satu sisi ini akan menguntungkan pelaku usaha yang memproduksi barang untuk pasar domestik dan internasional karena dengan aturan ini kita bisa memanfaatkan kawasan bebas sebagai pusat produksi untuk barang yang dijual di pasar domestik dan di pasar internasional," jelas Shinta.

Dengan demikian skala produksi di kawasan bebas bisa diperbesar untuk meningkatkan efisiensi dan menekan harga pokok penjualan seluruh barang yang diproduksi di kawasan bebas. Sebab, apabila ada ekses produksi yang tidak diserap di luar negeri bisa langsung dijual ke pasar domestik tanpa kena bea. "Ini bisa berdampak positif terhadap konsumen Indonesia," imbuh dia.

Konsumen bisa menikmati produk kualitas ekspor yang biasanya diproduksi di kawasan bebas di pasar domestik dengan harga yang lebih murah ketimbang membeli di luar negeri. Kebijakan ini jyga positif mendukung agenda pengendalian impor atas barang konsumsi.

Sejauh ini pelaku usaha Indonesia maupun asing sudah memanfaatkan kawasan bebas cukai sebagai basis produksi khususnya untuk produk ekspor. Sebab di kawasan tersebut bahan baku untuk produksi yang diimpor tidak dikenakan bea masuk apabila tidak keluar dari wilayah bebas atau langsung diekspor. "Karena itu jarang sekali barang yang diproduksi di kawasan bebas yang dijual di pasar domestik,"jelas Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×