Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah kembali memasukkan komponen cukai plastik dan cukai minuman manis atau minuman bergula dalam kemasan (MBDK) di APBN 2024. Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 76/2023 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2024.
Berdasarkan lampiran Perpres No 76/2023, penerimaan cukai plastik ditargetkan Rp 1,85 triliun dan cukai MBDK sebesar Rp 4,39 triliun. Dengan demikian, jika ditotal nilainya mencapai Rp 6,24 triliun.
Untuk diketahui, sebenarnya penerimaan cukai plastik dan MBDK juga sempat masuk dalam APBN 2023 dengan target masing-masing Rp 980 miliar dan Rp 3,08 triliun. Akan tetapi pemerintah menghapus target penerimaan tersebut lantaran kebijakannya belum bisa diterapkan tahun ini.
Akan tetapi, pemerintah juga sebenarnya masih ragu apakah kebijakan pengenaan cukai plastik dan MBDK akan diterapkan pada tahun depan. Sebab penerapan kebijakan ini akan mengikuti perkembangan ekonomi domestik maupun global.
Baca Juga: Kemenkeu Revisi Target Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Jadi Rp 230,4 Triliun di 2024
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan, implementasi cukai plastik dan MBDK masih disiapkan oleh pemerintah. Tak lupa, pihaknya juga masih mengkaji kebijakan tersebut dengan berbagai pihak terkait.
Selain itu, pemerintah masih akan terus mengikuti perkembangan ekonomi nasional dan global pada tahun depan sebelum melakukan penerapan dua objek cukai tersebut.
"Serta mengantisipasi dengan pelaksanaan APBN serta perkembangan ekonomi nasional dan global yang dijalani di 2024," jelasnya.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai, rencana pemerintah yang akan mulai memungut objek cukai baru, khususnya MBDK pada tahun 2024 akan terjegal tahun politik.
Kendati begitu, dirinya sangat mendesak pemerintah untuk segera menerapkan cukai MBDK mengingat Indonesia sudah darurat obesitas dan diabetes.
"Ketika penerapan cukai MBDK diundur ke 2024, maka sebenarnya peluang untuk diterapkan kebijakan ini di 2024 berpotensi akan semakin mengecil mengingat sensitivitas tahun politik dan kepentingan pemerintah menjaga citra politik yang populis," terang Yusuf.
Baca Juga: Ini Alasan Kemenkeu Terapkan ESG Untuk Pembangunan Proyek Infrastruktur Pemerintah
Memang harus diakui, penerapan cukai MBDK ini akan memiliki konsekuensi ekonomi yang cukup signifikan, terutama terhadap industri makanan dan minuman. Pasalnya, penerapan cukai MBDK dengan tarif signifikan dipastikan akan mengerek naik harga produk dan menurunkan volume penjualan MBDK.
Namun, menurut Yusuf, mempertentangkan ekonomi dan kesehatan dalam jangka pendek adalah sebuah sesat pikir yang berbahaya. Dengan menerapkan cukai MBDK secepatnya, maka Indonesia bisa menyelamatkan banyak nyawa dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan memulihkan prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News