Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tuntutan satu tahun penjara untuk penyerang Novel Baswedan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dianggap memalukan oleh Tim Advokasi Novel Baswedan.
Tindakan tersebut dinilai memperlihatkan sandiwara hukum dalam kasus penyerangan air keras penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. Tuntutan tersebut dinilai sangat rendah.
Baca Juga: PKPU disetujui, pemanggilan kreditur PT Altas Resources mulai berjalan
"Tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, akan tetapi juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan," ujar anggota Tim Advokasi Novel Baswedan Kurnia Ramadhana dalam siaran pers, Kamis (11/6).
Kurnia menilai penuntutan tersebut tak terlepas dari kepentingan elit mafia korupsi. Penyerangan terhadap Novel dinilai memiliki makna penting bagi ancaman terhadap penegakan korupsi di Indonesia.
Kurnia bilang Jaksa seakan berupaya untuk menafikan fakta kejadian yang sebenarnya. Jaksa hanya mendakwa terdakwa dengan pasal terkait dengan penganiayaan. "Padahal kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia," terang Kurnia.
Saksi penting pun disampaikan Kurnia tak dihadirkan dalam persidangan. Setidaknya terdapat tiga orang saksi yang semestinya dapat dihadirkan di Persidangan untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya.
Baca Juga: PPATK: Koperasi rentan jadi sarana pencucian uang hasil korupsi dan bisnis narkoba
Tiga saksi itu pun juga diketahui sudah pernah diperiksa oleh Penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian. Namun, Jaksa seakan hanya menganggap kesaksian mereka tidak memiliki nilai penting dalam perkara ini.
Kurnia juga menegaskan bahwa penuntut umum seakan berperan sebagai pembela terdakwa. Saat persidangan dengan agenda pemeriksaan Novel pun Jaksa seakan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan Penyidik KPK tersebut.
"Hukum digunakan untuk melindungi pelaku dengan memberi hukuman alakadarnya, menutup keterlibatan aktor intelektual, mengabaikan fakta perencanaan pembunuhan yang sistematis, dan memberi bantuan hukum dari Polri kepada pelaku," jelas Kurnia.
Baca Juga: LPDB restrukturisasi Rp 181,2 miliar pinjaman dana bergulir dari 40 koperasi
Oleh karena itu Tim Advokasi Novel Baswedan menuntut tiga hal. Pertama, Majelis Hakim harus melihat fakta sebenarnya yang menimpa Novel Baswedan.
Kedua, Tim Advokasi Novel Baswedan meminta Presiden Joko Widodo membuat Tim Pencari Fakta Independen. Ketiga, Komisi Kejaksaan mesti menindaklanjuti temuan ini dengan memeriksa Jaksa Penuntut Umum dalam perkara penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News