Reporter: Dwi Nur Oktaviani | Editor: Edy Can
JAKARTA. Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur membeberkan kronologis kasus tenaga kerja Indonesia yang dihukum pancug, Ruyanti binti Sapubi. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR itu, Abdullah menyatakan, pemerintah sudah tahu sejak awal kasus tersebut.
Dia bilang, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) mengetahui kasus Ruyati pada 12 Januari 2010. Kemudian, KJRI dan KBRI langsung mengecek kabar tersebut ke kantor polisi sehari kemudian. "Lalu KJRI pun melakukan pendampingan. Mulai dari investigasi sampai di lapangan," katanya, Kamis (23/6).
Setelah itu, Ruyati mengalami persidangan dua kali yakni pada 3 Mei dan 10 Mei 2010. Namun, Gatot mengatakan, Ruyati mengaku secara gamblang perbuatannya.
Menurutnya, Ruyati mengaku telah membunuh majikannya, Koriyah, dengan golok. Gatot mengatakan, Ruyati membunuh majikannya karena sering menerima perlakuan tidak menyenangkan. "Misalnya, diomelin dan diberi makan yang tidak wajar," katanya.
Selain itu, Abdullan mengatakan, Ruyati tidak dizinkan pulang ke Indonesia. Bahkan, dia mengatakan gaji Ruyati tidak dibayar senilai 2400 real.
Yang memberatkan Ruyati mengaku tidak pernah disakiti majikan saat perdidangan. "Karena sudah tertangkap tangan, alat, ada darah ada bukti ada. Ruyati nggak bisa mengelak," jelasnya.
Menurut Gatot, dalam hukum di Arab Saudi kalau orang sudah mengaku dan ada bukti maka dalam waktu singkat hakim boleh memutuskan. Jadi, setelah vonis bersalah diputuskan tanggal 14 Juni 2010.
Gatot mengaku KBRI Arab Saudi sudah mengirimkan nota diplomatik. "Nota diplomatik dua kali isinya yang meminta pemerintah untuk melakukan pendampingan, meminta informasi kapan persidangan dan keputusan-keputusan apa yang sudah diambil Ara Saudi," imbuhnya.
Namun, tiba-tiba, lanjutnya, Arab Saudi memberikan hasil keputusan hukuman mati. "Mereka tidak memanggil kita, hanya memberi tahu keputusan saja. Hasilnya itu adalah hukuman mati," jelasnya.
Setelah itu KBRI dan KJRI menjenguk Ruyati dua kali di penjara. Terakhir dikunjungi 6 April 2011. "Kami masih mengunjungi dan ke pengadilan termasuk proses pemancung kami cek terus," tegasnya.
Namun, tiba-tiba tanggal 18 Juni 2011 ada eksekusi. Gatot bilang, perbuatan tersebut melanggar hukum internasional sebab pemerintah belum menerima pemberitahuan.
Menurut Gatot, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi sudah meminta maaf karena tidak memberikan notifikasi kepada KBRI atau pemerintah Indonesia. "Ia (Kemenlu Saudi Arabia) mengakui kesalahannya. Dia menyesal dan minta maaf dan dengan tegas menyatakan ke depan tidak akan diulang lagi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News