Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menilai, pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7-Day Reverse Repo Rate) menjadi 4,5% tidak akan terlalu banyak efektif mendorong pertumbuhan ekonomi, jika tidak dibarengi dengan langkah lanjutan.
Anton mengatakan, setidaknya BI perlu melakukan tiga langkah lagi agar dampak pemangkasan suku bunga acuan efektif. Pertama, menurunkan struktur suku bunga (term structure) operasi moneter.
Menurut Anton, selama ini term structure operasi moneter untuk tenor 12 bulan masih tinggi, yaitu sebesar 6%. Sementara itu, ada bank yang memiliki biaya dan (cost of fund) paling efisien, yaitu hanya 2%.
Dengan demikian, jika bank tersebut menaruh dananya dalam operasi moneter bertenor 12 bulan maka ia masih memperoleh keuntungan hampir 4% dan tanpa risiko. Akhirnya, bank lebih memilih menaruh dananya di operasi moneter BI dibanding menyalurkan dalam bentuk kredit.
Oleh karena itu, pemangkasan suku bunga acuan diharapkan menurunkan term structure operasi moneter. "Dengan harapan bank akan mengurangi dana yang ditaruh di BI dan diharapkan bisa support kredit growth," kata Anton, Jakarta, Rabu (23/8).
Kedua, restrukturisasi perbankan dibuat lebih nyata. Anton bilang, BI harus bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewujudkan hal itu, yaitu dengan tidak memperpanjang aturan relaksasi restrukturisasi kredit yang tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK/03/2015 tentang Ketentuan Kehati-hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank Umum.
Dalam aturan ini disebutkan, dalam melakukan restrukturisasi kredit, jika sebelumnya memperhitungkan tiga pilar, maka OJK untuk sementara hanya memberlakukan penggunaan satu pilar dari tiga pilar yang ada. Aturan ini akan berakhir pada Agustus 2017.
Sebab, "dengan begitu (aturan tersebut), bank tidak benar-benar restrukturisasi kredit atau jadi bagus. Kelihatannya restrukturisasi semu," tambah dia.
Ketiga, diperlukan kebijakan makroprudensial. Anton bilang, selama ini sektor konstruksi yang tumbuh cukup tinggi, namun belum bisa menarik sektor properti untuk tumbuh lebih baik juga. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang dapat menciptakan permintaan terhadap sektor properti.
Menurut Anton, calon kebijakan LTV spasial yang telah disebutkan BI diharapkan sejalan untuk mendorong ekonomi agar lebih bergerak. Namun, calon kebijakan itu juga berpotensi menimbulkan distorsi dan perlu diperhatikan BI.
"Di wilayah A misalnya, LTV-nya bagus (diperlonggar). Lalu wilayah B kurang bagus. Maka yang di B bisa ke A saja. Untuk otomotif juga moveable kan," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News