kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -8.000   -0,52%
  • USD/IDR 15.791   -57,00   -0,36%
  • IDX 7.505   -68,76   -0,91%
  • KOMPAS100 1.157   -12,64   -1,08%
  • LQ45 913   -8,80   -0,96%
  • ISSI 228   -2,59   -1,12%
  • IDX30 469   -4,51   -0,95%
  • IDXHIDIV20 564   -3,86   -0,68%
  • IDX80 132   -1,34   -1,01%
  • IDXV30 139   -1,60   -1,13%
  • IDXQ30 156   -1,23   -0,78%

Ini Saran Ekonom untuk Pemerintah Agar Efisiensi Investasi Meningkat


Selasa, 09 Januari 2024 / 05:00 WIB
Ini Saran Ekonom untuk Pemerintah Agar Efisiensi Investasi Meningkat
ILUSTRASI. Gedung-gedung perkantoran di Kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (5/12/2023). KONTAN/Baihaki/5/12/2023


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah perlu meningkatkan investasi di bidang teknologi agar bisa menurunkan angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR).

Untuk diketahui, ICOR merupakan salah satu parameter yang dapat menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. Semakin kecil angka ICOR, biaya investasi yang harus dikeluarkan semakin efisien juga untuk menghasilkan output tertentu.

Rata-rata ICOR Indonesia dari 2021 hingga 2022  masih tinggi yakni sebesar 7,6%. Angka tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia yang cuma 4,5%, India 4,5% dan Filipina 3,7%.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan, investasi pada sektor teknologi yang dibutuhkan untuk meningkatkan ICOR adalah teknologi yang bisa membuat efisiensi di sektor industri pengolahan, infrastruktur logistik, dan investasi di bidang konstruksi.

Baca Juga: Cadangan Devisa Akhir Tahun 2023 Tumbuh 6% Menjadi US$ 146,4 miliar

“Nah ini yang dibutuhkan. Karena dengan adanya teknologi ICOR nya bisa turun efisien. Tetapi bukan teknologi yang seperti sekarang marak ya, misalnya B2C  yang bakar uang gitu, bukan,” tutur Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (8/1).

Bhima juga menyarankan juga agar insentif yang ditabur pemerintah untuk menarik investor harus berkorelasi pada kualitas.

Misalnya tidak menawarkan insentif kepada perusahaan yang ternyata hanya mendorong industrialisasi, mendorong efisiensi logistik tetapi tidak berkorelasi terhadap industri manufaktur dan Produk Domestik Bruto (PDB).

Kemudian, pemerintah juga harus menyediakan infrastruktur yang bisa menurunkan biaya logistik. Bhima mencatat memang sejauh ini pemerintah massif membangun infrastruktur, namun pembangunannya sebagian yang justru tidak berkorelasi menurunkan angka ICOR.

Misalnya pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang menelan biaya sangat besar.

“Beberapa infrastruktur megah  dan mewah dibangun dengan uang yang mahal baik dari APBN maupun dari kerja sama BUMN dan swasta. Tetapi ternyata tidak berkorelasi dengan pengembangan industri manufaktur,” jelasnya.

Baca Juga: Celios: Kenaikan Anggaran Pertahanan Tak Berdampak Langsung ke Peningkatan Investasi

Ia berharap dalam 5 tahun ke depan, pemerintah bisa fokus membangun infrastruktur yang bisa menurunkan biaya logistik. Sehingga bisa membuat persepsi logistik Indonesia di mata investor semakin bagus.

Disamping itu, jika angka ICOR menurun atau lebih kecil, investor juga akan semakin menarik karena investasinya jadi lebih produktif menghasilkan output yang lebih besar.

“Angka ICOR idealnya memang di bawah 4. Tetapi pada 2015 saat awal pak Jokowi menjabat ICOR masih di angka 5, tetapi ideal bisa di angka 5,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media


TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×