kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini poin-poin dalam omnibus law perpajakan


Senin, 25 November 2019 / 18:23 WIB
Ini poin-poin dalam omnibus law perpajakan


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah meramu sejumlah undang-undang perpajakan menjadi satu payung dalam skema Omnibus Law Perpajakan yang bernama Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.

Untuk pertama kalinya Omnibus Law Perpajakan sudah direncanakan sejak 5 September 2019. Yang mana merevisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Baca Juga: Hasil survei sebut dirinya tak tepat jadi Mendagri, begini respons Tito Karnavian

Teranyar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menambahkan UU Pajak Daerah dan UU Pemerintah Daerah. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo mengatakan alasan pemerintah memasukkan pajak daerah dalam Omnibus Law Perpajakan bertujuan untuk mengatur kembali kewenangan pemerintah pusat untuk menetapkan tarif pajak daerah secara nasional.

Untuk menetapkan penyesuaian atas UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan UU Pemerintah Daerah pemerintah akan berkonsultasi dengan asosiasi pengusaha agar tetap menjaga penerimaan pajak daerah, tapi tetap sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. 

Sehingga, harapan investor asing masuk ke dalam negeri tanpa ragu karena pajak daerah atau retribusi daerah. Dus, Omnibus Law Perpajakan menciptakan lingkungan usaha dan penciptaan kesempatan kerja serta investasi yang lebih baik. 

Baca Juga: Pemerintah akan memajaki perusahaan digital seperti Netflix dan Amazon

“Termasuk bagaimana agar pemerintah daerah dapat memajukan untuk perbaikan peraturan daerahnya secara lebih cepat melalui peraturan kepala daerah,” kata Suryo saat Acara Ngobrol Santai (Ngobras), di Jakarta, Selasa (25/11).

Di sisi lain, untuk pembahasan UU PPh pemerintah berencana menurunkan PPh Badan secara bertahap dari 25% menjadi 22% di tahun 2021 dan 20% pada 2020. Untuk PPh Badan perushaan yang go public dengan persyaratan tertentu di mana saat ini sebesar 20% turun menjadi 17% yang berlaku selama lima tahun.

Suryo menyampaikan seluruh fasilitas-fasilitas perpajakan di dalam satu bagian, termasuk pengurangan dan pembebasan pajak seperti pajak PPh, Tax Holiday, Super Deduction.

Tak sampai di situ, UU PPh juga akan disederhanakan dari sisi fasilitas pajak untuk Kawasan Eknomi Khusus (KEK) akan dibebaskan atau dikurangi pajak daerahnya. 

Dari sisi, UU KUP setidaknya ada empat pengaturan ulang sanksi administratif perpajakan. Pertama, sanksi bunga atas kekurangan bayar karena pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan dan SPT Masa yang saat ini sebesar 2% per bulan dari pajak yang kurang bayar diubah dengan formulasi suku bunga acuan yang berlaku ditambah 5% dibagi dua belas. 

Kedua, sanksi bunga atas kekurangan bayar karena penetapan Surat Ketetapan Pajak (SKP) di mana saat ini sebesar 2% dari pajak kurang bayar per bulan. Kemudian Omnibus Law Perpajakan merancang tarif sanksi bunga berdasarkan suku bunga acuan yang berlaku ditambah 10% dibagi dua belas.

Ketiga, sanksi denda bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu. Di mana saat ini, otoritas perpajakan mengenakan sanksi 2% dari dasar pengenaan pajak. Sementara lewat RUU tersebut akan ditetapkan hanya 1% dari dasar pengenaan pajak.

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani ingatkan masyarakat tak lupa bayar pajak

Keempat, sanksi denda bagi pengusaha yang tidak lapor usaha karena dikukuhkan menjadi PKP di mana saat ini tidak dikenakan sanksi. Ke depan sanksi sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak. Hal tersebut sebagai bentuk kesetaraan dengan sanksi PKP yang tertuang dalam poin ketiga. 

Dari sisi UU PPN pemerintah berencana mengatur ulang pemungutan dan penyetoran PPN atas impor barang tidak berwujud dan jasa atau pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik.

Saat ini dilakukan oleh konsumen atau pihak yang melakukan impor di dalam negeri dengan Surat Setoran Pajak (SSP). Aturan baru meminta Subjek Pajak Luar Negeri untuk memungut, menyetor, dan melapor PPN. SPLN ini juga dapat menunjuk perwakilan di Indonesia.

Baca Juga: Siap bertarung di Pilpres AS, ini profil Bloomberg dan Trump

“Dari RUU KUP, RUU PPN, dan RUU PPh belum banyak perubahan kami masih mengkaji lagi, beserta UU PDRD dan UU Pemerintah Daerah. Target disampaikan ke DPR sebelum akhir tahun ini, ” ujar Suryo.     

Suryo berharap penerapan Omnibus Law Perpajakan dapat selaras dengan Omnibus Law Perizninan atau RUU Cipta Lapangan Kerja untuk mendorong investasi mengalir deras ke dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×