kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini kronologi polemik BPK versus Sri Mulyani soal dana bagi hasil untuk Anies


Selasa, 12 Mei 2020 / 09:18 WIB
Ini kronologi polemik BPK versus Sri Mulyani soal dana bagi hasil untuk Anies
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/wsj.


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Agung menjelaskan, audit yang dilakukan oleh BPK terhadap laporan keuangan yang diserahkan Kemenkeu merupakan pemeriksaan. Sedangkan yang dilakukan oleh Kemenkeu merupakan pengelolaan uang negara. Dia bilang, tidak ada ketentuan Undang-Undang Dasar maupun UU terkait pemeriksaan/keuangan negara/perbendaharaan negara yang mengatur pembayaran kewajiban DBH menunggu hasil audit BPK. 

Pihaknya pun telah menyurati Kemenkeu terkait DBH kurang bayar hasil tahun anggaran 2019 pada tanggal 28 April 2020 lalu. "Silakan Kementerian Keuangan untuk membuat keputusan masalah bayar atau tidak bayar di tangan Kemenkeu, tidak perlu dihubungkan dengan pemeriksaan (audit) BPK," pungkas Agung. 

Baca Juga: Menkeu: Pemerintah sudah salurkan dana bagi hasil ke Pemprov DKI Rp 2,6 triliun

BPK bahkan sempat melayangkan surat ke Sri Mulyani terkait pembayaran DBH ke Pemprov DKI Jakarta. Lembaga audit negara ini menegaskan, penggunaan penyelesaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPP 2019 sebagai alat ukur untuk melakukan pembayaran tidak relevan dalam konstruksi pelaksanaan APBN secara keseluruhan. 

Menurut BPK, Kemenkeu sebenarnya dapat menggunakan realisasi penerimaan pada LKPP 2019 unaudited (belum diaudit) sebagai dasar perhitungan alokasi pembayaran DBH dengan tetap mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

Pembelaan Stafsus Sri Mulyani 

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo ikut buka suara soal tunggakan DBH pemerintah pusat ke Pemprov DKI Jakarta yang rencananya diperuntukkan untuk bantuan sosial (bansos). Seperti dikutip dalam twitternya, Yustinus sangat menyayangkan bila Pemerintah DKI Jakarta mengklaim Pemerintah Pusat terlambat membayar DBH DKI Jakarta yang sebesar Rp 5,1 triliun. 

Baca Juga: Kemenkeu tunda pencairan DAU bagi Pemda yang belum lapor penyesuaian APBD

Faktanya, Pemerintah pusat masih menunggu audit dari BPK untuk realisasi DBH tahun 2019. Pasalnya, realisasi penerimaan baru terlihat setelah berakhir tahun buku sehingga angkanya lebih akuntabel. Di sisi lain daerah membutuhkan uang untuk penyelenggaraan pelayanan publik dan segala kebutuhannya. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×