Reporter: Ferry Hidayat | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Desakan agar Menteri BUMN Dahlan Iskan membenahi sistem kerja outsourcing di perusahaan-perusahaan BUMN dijawab dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-06/ MBU/2013 tentang Kebijakan Ketenagakerjaan di BUMN.
Meski begitu, surat edaran yang dikeluarkan oleh Dahlan ini dinilai kurang tegas meniadakan outsourcing di perusahaan-perusahan pelat merah tersebut. "Surat edaran tidak jelas, poin-poinnya dilarikan lagi kepada mekanisme korporasi, padahal aturan ketenagakerjaan itu berlaku," kata anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka.
Menurut Diah, Dahlan tidak bisa membedakan sektor pekerjaan inti di dalam BUMN dalam surat edaran tersebut.
Memang seperti apa sih isi surat edaran Dahlan itu. Berikut ini point-pointnya.
“Dalam rangka melakukan penataan tenaga kerja outsourcing di BUMN, dengan ini kami minta masing-masing BUMN melakukan hal-hal sebagai berikut:”
1. Direksi BUMN diminta untuk mempelajari dan mencermati masalah tenaga kerja outsourcing dengan teliti dan hati-hati agar sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku sebagaimana diamanatkan oleh Wakil Ketua DPR-RI melalui surat Nomor: PW/11376/ DPR-RI/XI/2013 tanggal 6 November 2013.
2. Penyelesaian outsourcing dan PHK di masing-masing BUMN, agar diproses melalui mekanisme korporasi dengan memperhatikan aspek governance dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan oleh Wakil Ketua DPR RI melalui surat Nomor: PW/11376/DPR-RI/XI/2013 tanggal 6 November 2013.
3. Agar proses penyelesaian outsourcing dan PHK di masing-masing BUMN berlangsung efektif dan sesuai dengan norma peraturan perundangan-undangan di bidang ketenagakerjaan, maka seluruh BUMN dihimbau untuk berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan setempat.
4. Agar BUMN mengkaji sistem dan pola pengelolaan karyawan outsourcing yang memberikan kepastian hidup yang layak bagi karyawan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan kemampuan perusahaan jangka panjang.
Sistem tersebut dapat merupakan bagian dari perusahaan, atau menjadi syarat dalam hal penggunaan perusahaan pemborongan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dikaji secara matang dapat berupa besaran remunerasi yang tidak di bawah UMR/UMP, K3, hak-hak normatif, program pengembangan kompetensi, dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
5. Direksi agar membentuk suatu Tim Pengawasan penanganan masalah Karyawan outsourcing di BUMN dengan melibatkan Serikat pekerja BUMN yang bersangkutan.
6. Seluruh BUMN segera melaporkan kepada Menteri BUMN:
a. Praktek, sistem dan pola pengelolaan kesejahteraan karyawan outsourcing di masing-masing BUMN, yang mencakup besaran remunerasi, K3, hak-hak normatif, program pengembangan kompetensi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang ditempuh;
b. Skema dan proses penyelesaian outsourcing yang sudah dilakukan secara internal berdasarkan mekanisme korporasi dan perundangan-perundangan yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News