CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ini dia kewajiban kontraktor dalam RPP cost recovery


Minggu, 14 November 2010 / 07:34 WIB
ILUSTRASI. Peluncuran produk UPS dari APC by Schneider Electric


Reporter: Martina Prianti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Setelah hampir dua tahun, pemerintah akhirnya berhasil menyelesaikan draf akhir rancangan peraturan pemerintah soal cost recovery.

Kebijakan yang diterbitkan berdasarkan amanat UU Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 itu diberi tajuk Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakukan Pajak Penghasilan (PPh) di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas (Migas).

RPP itu menyebutkan, kontraktor wajib membawa modal dan teknologi serta menanggung risiko operasi dalam rangka pelaksanaan operasi perminyakan berdasarkan kontrak kerja sama suatu wilayah kerja. Nah pelaksanaannya menurut ayat dua pasal tiga RPP, harus menggunakan prinsip fektif dan efisien, prinsip kewajaran,dan kaidah praktek bisnis dan teknik yang baik.

Selanjutnya menurut ayat 4, seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor dalam rangka operasi perminyakan menjadi barang milik negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dan Badan Pelaksana. Terkait itu, atas barang dan jasa dalam rangka pengembalian biaya operasi tidak dapat dilakukan penilaian kembali.

Melalui RPP ini, pemerintah juga mewajibkan dalam pelaksanaan operasi perminyakan, kontraktor, wajib menyusun rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik serta prinsip kewajaran.

Soal pengembalian kembali biaya operasi, pemerintah menetapkan hal itu bisa dikantongi kontraktor sesuai degan rencana kerja dan anggaran yang disetujui oleh Badan Pelaksana. Itu setelah wilayah kerjanya menghasilkan produksi komersil.

Bila wilayah kerja yang dimaksud tidak menghasilkan produksi komersil, ayat tiga pasal tujuh menyebutkan, "Dalam hal wilayah kerja tidak menghasilkan produksi komersial, terhadap seluruh biaya operasi yang telah dikeluarkan menjadi risiko dan beban kontraktor sepenuhnya."

Soal itu, pemerintah melalui Menteri ESDM menetapkan besaran minimum bagian negara dari suatu wilayah kerja yang dikaitkan dengan lifting dalam persetujuan rencana pengembangan lapangan. Besaran penetapan minumum yang dimaksud itu sendiri dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh menteri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×