Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Tamsil Sjoekoer, kuasa hukum mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, mengakui ada alasan lain Ratu Rita selaku istri menolak menjadi saksi kliennya.
Alasan itu, yakni karena Ratu Rita akan diajukan menjadi saksi yang meringankan untuk Akil selaku terdakwa pada persidangan nanti. Bila Ratu Rita bersedia memberikan keterangan sebagai saksi untuk KPK, maka dia akan menjadi saksi yang memberatkan untuk Akil.
"Selain karena kekeluargaan, ibu menolak dan keberatan memberikan keterangan di KPK sebelumnya, karena ingin dijadikan saksi yang meringankan untuk Pak Akil. Itu akan kami ajukan segera," kata Tamsil saat dihubungi Tribunnews.com.
Selain itu, alasan Ratu Rita menolak memberikan keterangan sebagai saksi dari pihak KPK, karena Pasal 168 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur seorang istri berhak menolak menjadi saksi untuk suami yang menjadi terdakwa.
"Jadi, Ibu Akil menolak diperiksa bukan mengada-ada, tapi karena ada peraturan yang mengatur itu," tuturnya.
Apakah anak-anak Akil juga diajukan menjadi saksi yang meringankan?
"Itu nanti dulu, belum bisa kami sampaikan sekarang."
Pasal 168 KUHAP mengatur, para pihak yang tidak dapat didengar keterangannya sebagai saksi dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi, yakni:
a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
b. saudara dan terdakwa atau yang bérsama-sama sebagal terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak-anak saudara terdakwa sampal derajat ketiga
c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
Seperti diketahui, KPK menangkap Akil Mochtar di rumahnya, Jakarta, pada 2 Oktober 2013. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan sengketa Pemilukada Lebak, Banten, dan Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Dalam pengembangan penyidikan, Akil ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi terkait penanganan sengketa pemilukada lainnya dan tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
KPK menemukan bukti permulaan berupa aset yang diduga hasil TPPU yang dilakukan Akil sebelum dan pasca-2010. Dan Akil dikenakan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25/2003 tentang TPPU, Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Dalam menyidik kasus ini, KPK sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap uang dan harta Akil dan keluarganya.
Dari penggeledahan di rumah dinasnya, komplek Widya Chandra, Jakarta, KPK menemukan dan menyita uang Rp 2,7 miliar dan menyita tiga mobil Akil, yakni Mercedes Benz S-350, Audi Q5, dan Toyota Crown Athlete. Dan dari rumah pribadinya, kawasan Pancoran Mas, Jakarta, KPK menyita surat berharga senilai Rp 2 miliar.
Sejumlah rekening milik Akil dan keluarganya juga sudah dibekukan oleh KPK.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya kejanggalan dalam transaksi keuangan perusahaan milik istri Akil, Ratu Rita, CV Ratu Sumagat. Diduga Akil melakukan TPPU di perusahaan yang diatasnamakan istrinya itu.
Sebelum menjadi Ketua MK pada April 2013, Akil sempat menjadi Hakim Konstitusi periode 2008-2013, anggota DPR RI periode 1999-2004 dan terpilih kembali menjadi anggota DPR RI dari fraksi partai yang sama untuk periode 2004-2009. (Tribunnews.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News