kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini 5 alasan YLKI tolak rencana penyesuaian tarif ojek online


Kamis, 23 Januari 2020 / 14:01 WIB
Ini 5 alasan YLKI tolak rencana penyesuaian tarif ojek online
ILUSTRASI. YLKI menolak rencana penyesuaian tarif ojek online (ojol) yang akan dilakukan oleh Kemenhub dalam waktu dekat. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/ama.


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana penyesuaian tarif ojek online (ojol) yang akan dilakukan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam waktu dekat. 

Rencana penyesuaian tarif ini muncul setelah adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ratusan pengemudi ojol yang tergabung dalam Kelompok Roda Dua (Garda) pada Rabu (15/1).

Baca Juga: Kemenhub bakal evaluasi tarif ojek online (ojol)

Di dalam aksi tersebut, mereka memberikan tiga tuntutan kepada pemerintah, yaitu mengenai tarif, legalitas hukum, dan kemitraan. Kemudian setelah adanya aksi, Kemenhub memberikan respons untuk mengkaji ulang besaran tarif ojol.

Terkait dengan hal tersebut, YLKI secara gamblang berpendapat bahwa kenaikan tarif ojol belum layak dilakukan. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, penolakan ini didasari oleh beberapa pertimbangan.

Pertama, besaran kenaikan tarif pada September 2019 lalu dirasa sudah cukup signifikan, yaitu Rp2.500 per km untuk batas atas, Rp2.000 per km untuk batas bawah, serta tarif minimal Rp 8.000-10.000 untuk jarak minimal.

Baca Juga: Wacana penyesuaian tarif ojol, Kemenhub: Bukan berarti pasti naik

"Formulasi tarif tersebut sudah mencerminkan tarif yang sebenarnya, sesuai dengan biaya pokok, plus margin profit yang wajar," ujar Tulus kepada Kontan.co.id, Kamis (23/1).

Kedua, adanya keluhan penurunan pendapatan dari mitra pengemudi yang disebabkan oleh banyaknya promo yang diberikan pihak ketiga. Menurut Tulus, Kemenhub seharusnya lebih mengawasi pemberian promo agar nilainya tidak melewati tarif batas bawah, sehingga kenaikan tarif tidak perlu dilakukan.

Ketiga, pasca kenaikan tarif pada September 2019 lalu, belum pernah ada ulasan terhadap pelayanan ojol. Dengan adanya rencana kenaikan tarif, Tulus menyayangkan sikap Kemenhub yang terkesan hanya mempertimbangkan kepentingan pengemudi ojol saja, dan mengesampingkan kepentingan pelayanan bagi konsumen, khususnya dari aspek keamanan.

"Padahal ojol sebagai transportasi kendaraan beroda dua sangat rawan dari sisi safety. Dari sisi yang lain, perilaku driver ojol juga terkadang tidak ada bedanya dengan perilaku ojek pangkalan, yang suka ngetem sembarangan, sehingga memicu kemacetan," ungkap Tulus.

Baca Juga: Komponen Biaya Naik, Tarif Ojek Online Akan Disesuaikan

Keempat, Tulus menyatakan dalam waktu tiga bulan pasca kenaikan tarif, belum ada pendorong eksternal yang secara signifikan berpengaruh terhadap biaya operasional ojol. Menurutnya, kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan juga tidak bisa dijadikan alasan yang relevan untuk mendesak pemerintah menaikkan tarif ojol.

Apalagi, pihak aplikator tidak menanggung biaya BPJS Kesehatan pada driver-nya, karena hanya dianggap sebagai mitra. Jadi, tidak ada alasan kuat untuk menaikkan tarif ojol dalam waktu dekat.

Selain itu, Tulus juga memberi masukan pada Kemenhub untuk mengatur kebijakan perekrutan mitra pengemudi baru dengan mempertimbangkan supply and demand. Pasalnya, pendapatan para mitra pengemudi ini juga dipengaruhi oleh kebijakan tersebut.

Baca Juga: Terkait isu kenaikan tarif ojek online, Grab tunggu koordinasi resmi dengan Kemenhub

Terakhir, YLKI meminta agar Kemenhub tidak terlalu fokus dengan masalah ojol dan malah mengesampingkan fungsi utamanya, yaitu mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutan umum, khususnya di kota-kota besar.

Berbagai alasan itulah yang membuat YLKI secara tegas menolak rencana Kemenhub untuk menaikkan tarif ojol yang dirasa tidak adil bagi kepentingan konsumen.

"YLKI juga meminta Kemenhub untuk merevisi ketentuan evaluasi tarif ojol yang bisa dilakukan setiap 3 bulan sekali, menjadi setiap 6 bulan sekali. Pasalnya, jeda waktu 3 bulan terpantau sangat pendek," kata Tulus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×