Reporter: Umar Idris,Yohan Rubiyantoro | Editor: Test Test
JAKARTA. Kesediaan pemerintah China untuk merevisi harga jual gas tak banyak memberi harapan. Sebab, belajar dari negosiasi sebelumnya pemerintah China hanya bersedia menaikkan harga sekitar US$ 1, dari US$ 2 menjadi US$ 3,3 per juta british thermal unit (MMBTU).
Jadi, pemerintah harus punya strategi lain, yaitu mengurangi volume ekspor. "Saya pesimistis bisa dapat harga yang baik. Kalau tak memutus kontrak, kurangi volumenya," kata Anggota Badan Pengatur Usaha Hilir (BPH) Triyono, kemarin (25/8).
Triyono mengusulkan agar tim negosiator mengurangi volume ekspor sebesar 100 million cubic feet per day (MMFCD) atau sekitar 1 juta ton per tahun, sehingga jumlah ekspor gas ke China hanya 150 MMCFD atau 1,5 juta ton per tahun. Asal tahu saja, dalam kontrak itu, pemerintah berencana mengekspor 250 MMCFD atau 2,5 juta ton per tahun selama 20 tahun.
Kata Triyono, pemerintah Indonesia memiliki alasan kuat untuk mengurangi jumlah ekspor. Pasalnya, saat ini Indonesia sedang krisis gas. Kalangan industri sangat memerlukan gas untuk mengganti batubara dan bahan bakar minyak (BBM). Jika 100 MMCFD mengalir ke dalam negeri, yang untung adalah masyarakat. "Satu juta ton itu bisa untuk mengganti BBM PLN, jadi krisis listrik bisa teratasi," kata Triyono.
Pandangan serupa diungkapkan oleh anggota tim negosiasi bentukan Menteri ESDM Kardaya Warnika. Kardaya menyatakan, jika pemerintah tidak bisa mengurangi volume ekspor, pemerintah bisa memutuskan kontrak. "Pemerintah berwenang melakukan itu," kata Kardaya.
Sebelumnya, saat berada di Beijing Wakil Presiden Jusuf Kalla bilang bahwa Wakil Presiden China Xi Jinping telah bersedia merevisi harga jual gas. Kedua pemimpin itu berencana untuk membentuk tim baru untuk negosiasi harga gas.
Direktur Jenderal Migas Departemen ESDM Evita Legowo menyatakan pembicaraan dengan China belum sampai menyinggung harga jual. Namun Evita mengaku harga jual yang pantas saat ini ialah US$ 10 per MMBTU. "Kami akan mendapat harga pantas," kata Evita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News