Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang berlangsung cepat tahun ini akan mendorong Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga. Goldman Sach memperkirakan, bank sentral AS akan mengerek suku bunga empat kali di 2018. Tapi, Bank Indonesia (BI) optimistis, sistem keuangan negara kita tahan dengan kenaikan suku bunga The Fed.
Keyakinan BI searah dengan respons pasar. Buktinya, Jumat (2/3), kurs rupiah terhadap dollar AS di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI menguat tipis ke posisi Rp 13.746 dari sehari sebelumnya Rp 13.793, yang merupakan nilai tukar rupiah terlemah sejak awal tahun ini.
Meski begitu, investor asing masih menarik dana di pasar saham kita. Dari awal tahun hingga kemarin, dana asing yang keluar dari bursa saham mencapai Rp 9,93 triliun, melonjak dibading periode sama tahun lalu Rp 1,61 triliun. Tampaknya asing lebih nyaman menaruh dana di obligasi negara.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengungkapkan, tekanan terhadap rupiah sudah berkurang di awal bulan ini. Hal ini terindikasi dari penguatan kurs rupiah di akhir pekan.
Mirza pun optimistis, kenaikan Fed fund rate sebanyak empat kali di tahun ini tak akan menggoyahkan perekonomian nasional. BI tidak bakal latah dengan ikut menaikkan BI 7-day repo rate.
"Bukan berarti, kalau The Fed naikkan, terus BI naikkan suku bunga acuan. Buktinya, The Fed sudah naikkan bunga lima kali dan BI bisa turunkan bunga delapan kali. Jadi, penting sekali untuk kita bisa menjaga fundamental ekonomi," kata Mirza, kemarin (2/3).
Menurut Mirza, BI bisa mempertahankan tren suku bunga rendah saat The Fed mendongkrak suku bunga lima kali lantaran inflasi stabil di kisaran 3%–3,6% dalam tiga tahun terakhir. Defisit neraca transaksi berjalan (CAD) juga terjaga di bawah 2%. "Kalau inflasi tahun ini rendah, CAD terkendali, defisit APBN di level sehat, Fed fund rate naik empat kali tidak perlu dikhawatirkan" tegas Mirza.
Adanya kenaikan impor bulan lalu pada barang konsumen, bahan mentah, dan barang modal, menurut Mirza, menunjukkan aktivitas ekonomi bergerak. "Justru itu bagus, dan ekspor kita masih relatif bagus terutama yang didorong komoditas. Memang, dalam jangka panjang perlu merestrukturisasi supaya ekspor nonkomoditas CPO dan batubara bisa naik," ujarnya.
Ekonomi sehat
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sependapat, bahwa pelemahan rupiah belakangan hanya sentimen sesaat. Ia menegaskan, ekonomi Indonesia tetap sehat, meskipun ada gonjang-ganjing kenaikan suku bunga negeri uak Sam. "Pasar saham kita masih naik, fundamental ekonomi masih aman," terang Darmin.
Memang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 23,74 poin atau 0,36% ke level 6.582,31 pada Jumat (2/3). Namun, angkanya masih naik dibandingkan akhir tahun 2017 di level 6.355,65.
Eric Sugandi, Project Consultant Asian Development Bank (ADB) Institute, menganalisis, pasar finansial Indonesia masih kuat menghadapi kenaikan suku bunga The Fed sebanyak empat kali di tahun ini. "Syaratnya, pelaku pasar sudah siap," sebut dia.
Secara moneter, Eric melihat, BI juga memiliki kemampuan mumpuni mengatasi riak-riak di pasar keuangan. Apalagi, dengan cadangan devisa yang cukup besar, US$ 132 miliar per Januari 2018, sangat cukup untuk mempertahankan kurs rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News