Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pihak menilai berakhirnya pandemi salah satunya dapat diukur dengan pencapaian vaksinasi di suatu negara.
Mengutip Strait Times, data Bloomberg Vaccine Tracker menunjukkan, beberapa negara membuat kemajuan yang jauh lebih cepat daripada yang lain, dengan menggunakan cakupan 75% populasi yang divaksin dua dosis sebagai target.
Hitungan Bloomberg ini memperhitungkan tingkat vaksinasi saat ini yang mencapai 4.540.345 dosis per hari. China akan membutuhkan 5,5 tahun untuk memenuhi cakupan vaksinasi 75% populasinya dengan kecepatan vaksinasi seperti sekarang ini yakni 1.025.000 dosis per hari.
Situasinya lebih suram di negara-negara seperti India, Indonesia dan Rusia, yang kemungkinan akan membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk menginokulasi populasi mereka jika melanjutkan vaksinasi dengan kecepatan saat ini.
Baca Juga: Izin BPOM keluar, pemerintah mulai vaksinasi Covid-19 bagi lansia, Senin (8/2)
Indonesia, semisal, tingkat vaksinasi Covid-19 saat ini hanya sebanyak 60.433 per hari. Sementara Rusia lebih rendah lagi, cuma sebanyak 40.000 vaksin per hari.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan, Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Ajib Hamdani mengatakan, herd immunity terbentuk ketika vaksinasi sudah mencapai lebih dari 70 %.
Hal ini yang menjadi tantangan di Indonesia. Infrastruktur yang masih belum optimal, database yang belum terintegrasi dan kesadaran masyarakat yang masih perlu ditingkatkan.
“Dengan data minor yang ada, prediksi 10 tahun baru tercapai herd immunity (di Indonesia) adalah prediksi pesimis,” kata Ajib kepada Kontan.co.id, Minggu (7/2).
Hipmi menilai, Kementerian Kesehatan akan mengupayakan proses vaksinasi dalam waktu 2 tahun sampai 3 tahun ke depan. Akselerasi ini akan bisa dilakukan dengan sinergi semua kementerian dan lembaga.
Baca Juga: BPOM resmi keluarkan izin darurat vaksin Covid-19 Sinovac bagi lansia
Kemudian, Hipmi menyebut, dari sisi pengusaha, harus siap dengan semua skenario yang ada. Ketika pemerintah membuat regulasi yang konsisten, maka akan membuat kepastian para pengusaha membuat desain-desain corporate action untuk bisa bertahan dan bisa tumbuh di masa transisi.
“Problem itu muncul justru dari regulasi pemerintah yang berubah-ubah. Pemerintah cukup membuat standar prokes (protokol kesehatan), sedangkan kebijakan harus dibuat fleksibel. Maka, beberapa skenario sampai terbentuknya herd immunity dan ekonomi kembali normal, para pengusaha akan relatif bisa menyesuaikan,” tutur Ajib.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News