Reporter: Grace Olivia | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai suntikan dana dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN kian membebani APBN setiap tahunnya.
Dalam Rancangan APBN (RAPBN) 2020, pemerintah mengalokasikan PMN untuk BUMN sebesar Rp 17,7 triliun. Di antaranya untuk PT PLN sebesar Rp 5 triliun, PT Hutama Karya (HK) sebesar Rp 3,5 triliun, serta enam perusahaan pelat merah lainnya.
Baca Juga: Pemerintah akan kuncurkan Rp 17,7 triliun PMN untuk BUMN tahun depan
Ekonom Indef Abra Talattov menyebut, sepanjang 2015-2018 total suntikan modal kepada BUMN telah mencapai Rp 130,3 triliun. Namun, di saat yang sama, kinerja perusahaan BUMN justru memburuk ditunjukkan oleh perolehan laba yang terus menurun dalam tiga tahun terakhir.
“Dari besarnya nilai PMN tersebut, mestinya memiliki dampak yang positif untuk perbaikan kinerja BUMN. Ironisnya, di kala alokasi PMN sangat besar justru masih banyak BUMN yang menghadapi tekanan keuangan, yg pada gilirannya kembali membebani APBN,” ujar Abra dalam sebuah diskusi, Minggu (25/8).
Terus menurunnya laba BUMN, lanjut Abra, mestinya menjadi pesan bagi pemerintah terkait persoalan riil yang dihadapi perusahaan milik negara tersebut. Salah satunya, tekanan penugasan pemerintah terhadap BUMN terutama pembangunan proyek infrastruktur.
Baca Juga: PLN alokasikan Rp 2,8 miliar untuk jaringan listrik di Dusun Gayung Bersambut
Di sisi lain, Abra mengungkap, utang BUMN yang berasal dari luar negeri (ULN) juga makin tinggi, tumbuh 36% menjadi US$ 45,51 miliar pada 2018 dan tumbuh 43% yoy menjadi US$ 49,84 miliar pada kuartal II-2019.
Abra juga mencermati, besarnya alokasi PMN kepada PT HK sebesar Rp 6,83 triliun sejalan dengan besarnya obligasi HK.
“Pertanyaannya, apakah penambahan PMN untuk HK semata-mata hanya untuk mendukung proyek pembangunan jalan tol yang dikerjakan HK atau PMN juga digunakan untuk membayar kewajiban/kredit jangka pendek HK?” tuturnya.
Dengan tantangan yang dihadapi BUMN, Abra memandang, pemerintah mesti memberi kesempatan pada perusahaan untuk meninjau ulang melalui feasibility study terhadap setiap proyek yang diinisiasi pemerintah. Sebab, risiko bisnis yang ditanggung BUMN pada akhirnya berimbas pada APBN baik dari sisi pengeluaran (subsidi), PMN, maupun menekan penerimaan pajak.
Baca Juga: Wow, pemerintah bakal akuisisi perusahaan minyak di luar negeri
“Pemerintah tidak boleh memaksakan BUMN mengerjakan penugasan. BUMN harus diberi kesempatan melihat apakah proyek-proyek itu memang layak secara bisnis,” ujarnya.
Adapun, pemerintah memproyeksi kebutuhan investasi pada tahun 2020 mencapai Rp 5.668 triliun. BUMN sendiri ditargetkan dapat berkontribusi memenuhi kebutuhan investasi tersebut sekitar 10% atau Rp 572,5 triliun.
Di sisi lain, peta risiko fiskal 2020 hasil macro stress-test yang dibuat Kementerian Keuangan menunjukkan, risiko BUMN dalam pembangunan infrastruktur berada pada area dampak (impact) level 4, yang artinya signifikan terhadap APBN.
Baca Juga: Perkuat modal, Eximbank terima penyertaan modal negara Rp 2,5 triliun tahun ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News