Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan postur indikator makro ekonomi pada 2022 terlalu optimistis.
Adapun, Selasa (8/6) pemerintah bersama dengan Komisi XI DPR RI telah menyepakati pertumbuhan ekonomi tahun depan berada di kisaran 5,2% hingga 5,8% year on year (yoy). Inflasi diperkirakan berada di kisaran 2% hingga 4% yoy. Tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) sepuluh tahun 6,32%-7,27%. Terakhir nilai tukar rupiah sebesar Rp 13.900 hingga Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
Sementara itu dari sisi target pembangunan dari sisi tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,5%-6,3%. Tingkat kemiskinan yakni 8,5%-9%. Gini rasio sebesar Rp 0,376-0,378. Lalu indeks pembangunan manusia 73,41-73,46. Kemudian, untuk indikator pembangunan, Nilai Tukar Petani (NTP) 102-104 dan nilai tukar nelayan antara lain 102-105.
Baca Juga: Cadangan devisa Mei 2021 menyusut, ini kata ekonom Bank Mandiri
Tauhid meramal pertumbuhan ekonomi tahun depan sekiranya hanya di level 4% yoy. Sebab, tahun depan pandemi virus corona masih menjadi faktor utama atau game changer perekonomian Indonesia. Sebab, hingga saat ini pengendalian pandemi dan pelaksanaan vaksinasi masih di bawah target.
Alhasil, konsumsi rumah tangga diprediksi tumbuh tipis akibat aktivitas ekonomi yang masih landai. “Artinya belum ada keyakinan orang melakukan konsumsi ekonomi secara norma di tahun depan. Meskipun sudah ada pergerakan, tapi masih relatif terbatas,” ujar Tauhid kepada Kontan.co.id, Selasa (8/6).
Sementara itu, untuk nilai tukar rupiah rentang yang disepakati oleh pemerintah dan parlemen terlalu lebar. Kata Tauhid kemunikinan besar mata uang Garuda berada di level Rp 15.000 per dollar AS.
Alasannya, dengan adanya sinyal pemulihan ekonomi AS yang datang lebih cepat, pemerintah setempat tentunya akan meresponsnya dengan kebijakan atau stimulus yang bisa memperkuat ekonomi Negeri Paman Sam. Dus, dollar AS diperkirakan akan menguat terhadap mata uang emerging market, tak terkecuali rupiah.
Baca Juga: Sri Mulyani sebut kondisi ekonomi pada 2022 masih dinamis
Kemudian, untuk inflasi, Tauhid mengatakan batas bawah 2% yoy mengindikasikan inflasi rendah bahwa pemerintah meyakini kalau daya beli masyarakat di tahun depan masih loyo.
“Ini menandakan pemerintah tidak percaya diri bisa 3%. Sehingga memang saya kira sebaiknya ditargetkan 2,5%-3% jangan terlalu lebar. Kalau tingkat suku bunga SBN masih akomodatif,” ucap Tauhid.
Selanjutnya: Pemerintah dan DPR sepakati target pertumbuhan ekonomi tahun depan 5,2%-5,8%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News