Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersama dengan Komisi XI DPR menyepakati target pertumbuhan ekonomi di tahun depan berkisar antara 5,2% hingga 5,8% year on year (yoy). Angka ini lebih tinggi dari proyeksi tahun ini sebesar 4,5% hingga 5,3% secara tahunan.
Dari hasil Rapat Pengambilan Keputusan Asumsi Dasar dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2022, pemerintah dan parlemen juga menyepakati tiga indikator ekonomi makro lainnya.
Pertama, inflasi pada tahun 2022 diperkirakan berada di kisaran 2% hingga 4% yoy. Kedua, tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) sepuluh tahun 6,32%-7,27%. Ketiga, nilai tukar rupiah sebesar Rp 13.900 hingga Rp 15.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
Sementara itu dari sisi target pembangunan dari sisi tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,5%-6,3%. Tingkat kemiskinan yakni 8,5%-9%. Gini rasio sebesar Rp 0,376-0,378. Lalu indeks pembangunan manusia 73,41-73,46.
Baca Juga: Sri Mulyani ancam blokir akses keuangan obligor BLBI jika tak kooperatif
Kemudian, untuk indikator pembangunan, nilai tukar petani (NTP) 102-104 dan nilai tukar nelayan antara 102-105.
Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto mengatakan, kesepakatan indikator ekonomi makro tersebut telah melalui rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi XI DPR RI dengan pemerintah yakni Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas, kemudian lembaga lain seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Kuangan (OJK), dan Badan Pusat Statistik (BPS) selama tiga hari.
“Dengan demikian semua sepakat dengan keputusan indikator makro ekonomi, target pembangunan, dan indikator pembangunan?,” kata Dito sambil mengetok palu sebagai tanda pengesahan dalam rapat pengambilan keputusan asumsi dasar dalam KEMPPKF 2022 bersama pemerintah, Selasa (8/6).
Ketua Panja Penerimaan Komisi XI DPR Fathan mengatakan, berbagai indikator pertumbuhan ekonomi tersebut harus mempertimbangkan kondisi ekonomi tahun ini hingga tahun depan.
Menurutnya, berbagai faktor internal hingga eksternal masih menjadi ancaman perekonomian Indonesia seperti pengendalian pandemi virus corona, potensi pembalikan arus modal ke negara maju akibat perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) seiring dengan pemulihan ekonominya yang cepat.
Kemudian keberlanjutan rebalancing ekonomi China yang akan dapat mempengaruhi fluktuasi harga komoditas serta memberi dampak pada mitra dagang termasuk Indonesia. Selain itu berbagai permasalahan global seperti proteksionisme, tensi geopolitik dan perubahan iklim juga perlu diwaspadai.
Baca Juga: Fraksi Gerindra: Anggaran tahun 2021-2022 masih fokus untuk penanganan pandemi